KILASSULAWESI.COM,POLMAN — Kelalaian pihak manajemen RSUD Polman dalam memberikan pelayanan, hingga mengakibatkan kerugian kepada pasien terus mendapat kecaman. Setelah sehari sebelumnya, ratusan massa gabungan
dari Aliansi Masyarakat Balanipa (AMB) dan PMII menggelar aksi unjuk rasa di RSUD dan Gedung DPRD Polman.
Kali ini, dengan tujuan yang sama mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Polman juga menggelar aksi. Aksi unjuk rasa kali ini pun dilakukan di depan Kantor Bupati Polman. Dua tuntutan HMI yakni pecopotan Plt Direktur RSUD Polman serta meminta transparansi anggaran penanganan Covid-19.
Aksi unjuk rasa ini sempat diwarnai kericuhan saat massa memaksa masuk ke area kompleks perkantoran Kantor Bupati Polman, namun dihalangi oleh aparat setempat yang berjaga. Beruntung, kericuhan tersebut tidak berlangsung lama karena Bupati Polman bersedia menerima peserta aksi.
Dihadapan ratusan peserta aksi, Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar menyampaikan bukan PLT Direktur RSUD yang salah dalam persoalan ini. Namun dirinyalah yang harus disalahkan karena telah membuat kekeliruan, dengan tidak memikirkan membuat ruang operasi khusus bagi ibu hamil yang terjangkit Covid-19.
“Yang salah saya, karena sudah keliru, selaku pemilik RSUD yang tidak menyiapkan tempat operasi bagi ibu hamil yang terinveksi covid-19,”tegas Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar, Kamis 2 Juli 2020.
Bupati mengakui, lambat dalam mengantisipasi, namun dalam waktu dekat kita akan menyiapkan ruang operasi khusus penanganan pasien Covid-19 di RS Pratama Wonomulyo dengan anggaran Rp5 miliar.
“Kita akan jadikan RS Pratama Wonomulyo menjadi rumah sakit khusus penanganan Covid-19 di Polman, sehingga semua kasus covid dibawa kesana termasuk ruang operasi khusus akan dibuat disana,” ungkap Bupati Polman dua periode tersebut.
Ia juga menyampaikan, meski anggaran di Polman banyak, namun untuk berbuat sesuatu perlu perencanaan yang matang dan cermat. “Kita tidak dapat memprediksi kapan pandemik ini berakhir untuk itu kita harus cermat. Selama covid-19, tenaga medis yang menangani pasien covid-19 mendapat honor setiap hari Rp150 ribu,”jelasnya.
Pemerintah juga harus melindungi tenaga medis, konsekuensi yang diterima tenaga kesehatan harus berkorban, karena virus itu bisa membahayakan mereka. PLT Direktur RSUD Polman juga menjelaskan, jika pihaknya sudah menjalankan prosedur pelayanan pasien dan sudah berani mengambil resiko kemungkinan dokter dan tenaga medis terpapar covid-19. “Kami merujuk ke Regional Mamuju karena disana rujukan RS Covid-19 dari Kemenkes. Namun saat tiba disana RS tidak punya ruangan standar, sehingga pasien memilih untuk kembali bersama kami dan kami mengambil resiko membahayakan tenaga medis kami,” terangnya.
Koordinator Aksi HMI, M.Ridwan mengatakan, tuntutan yang disampaikan sudah diterima oleh Bupati Polman. “Tapi kami tetap menunggu jawaban tuntutan kami dan Bupati akan mengirim surat jawaban kepada kami dalam waktu dekat ini. Jika hal itu tidak di indahkan, maka kami akan menggalang massa yang lebih besar dan kembali turun ke jalan,”ungkapnya.(win)