KILASSULAWESI.COM,JAKARTA– Menjelang purna tugas, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menggelar Rapat Terbatas tentang Stunting bersama sejumlah menteri di Istana Wapres, Jakarta, Senin 14 Oktober 2019.Dalam rapat tersebut, enam kementerian yakni Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putra Sandjojo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri menandatangani komitmen bersama optimalisasi pemantauan pertumbuhan dan perkembangan untuk percepatan pencegahan stunting.
Komitmen tersebut untuk menasikan upaya penanganan dan pencegahan stunting di Indonesia dapat berjalan dengan baik, karena stunting atau kerdil pada anak akibat kekurangan gizi kronis masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia.
“Ada 23 Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam percepatan cegah stunting ini. Saya berharap semuanya bekerja keras untuk menuntaskan apa yang telah menjadi target bersama yakni angka prevalensi turun dibawah 20 persen,” ungkap Wapres.
Lebih jauh Wapres mengatakan bahwa seluruh kementerian/lembaga yang terkait harus bergerak cepat melakukan berbagai inisiatif dan inovasi dalam upaya penanganan dan pencegahan stunting.
“Terlebih dampak dari stunting sangat besar karena menyangkut pembangunan, harga diri, dan martabat bangsa,” tegasnya.
Secara ekonomi, lanjutnya, menurut studi Bank Dunia jika stunting tidak diatasi maka negara akan menanggung kerugian mencapai 2-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Bisa dibayangkan dahsyatnya dampak stunting bagi Indonesia. Kerugian tersebut mencakup biaya untuk mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting,” imbuhnya.
Wapres memaparkan, bahwa Pemerintah telah menetapkan sebanyak 160 kabupaten/kota prioritas penanganan stunting yang dipilih berdasarkan tingginya angka prevalensi stunting di daerah tersebut. Jumlah tersebut rencananya terus ditambah menjadi 260 kabupaten pada 2020 mendatang, kemudian prioritas penanganan stunting sudah bisa dilakukan di semua kabupaten yaitu 514 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2024.
“Anggaran ada, SDM ada, tinggal bagaimana seluruh K/L mengkovergensikan program-program yang digelontorkan hingga tingkat desa. Saya pribadi optimistis jika seluruh program yang direncanakan berjalan lancar, angka stunting Indonesia akan banyak terkoreksi,” ujarnya.
Tiga Inovasi Pencegahan Stunting Berbasis Teknologi
Sebelumnya, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, Bambang Widianto mengatakan upaya pemerintah menurunkan angka stunting melalui tiga prioritas yaitu prioritas intervensi yakni intervensi sensitif dan spesifik stunting, prioritas lokasi, dan target prioritas intervensi, yakni keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Intervensi spesifik dibawah komando Kementerian Kesehatan ditujukan untuk mencegah dan mengatasi stunting secara langsung pada ibu hamil dan balita melalui pemberian zat besi, imunisasi, makanan tambahan, tablet tambah darah, dan lain sebagainya.
Sedangkan intervensi sensitif yang multi-sektoral untuk mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang dapat berhubungan dengan peningkatan risiko stunting, seperti akses sanitasi dan air bersih, akses terhadap bantuan sosial, peningkatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan remaja.
“Pemerintah tentu tidak bisa sendiri, karenanya kami berharap kepedulian seluruh pihak untuk ikut serta dalam upaya percepatan pencegahan stunting di Indonesia. Utamanya perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional melalui program corporate social responsibility (CSR),” tuturnya.
Dalam Ratas tersebut, sejumlah kementerian juga memperkenalkan inovasi berbasis teknologi yang dibangun untuk mendukung percepatan pencegahan stunting. Inovasi yang diperkenalkan antara lain, pertama, aplikasi Anak Sehat milik Kementerian Komunikasi dan Informatika yang merupakan alat edukasi pencegahan stunting yang menyasar remaja putri dan rumah tangga 1000 HPK.
Kedua, Aplikasi e-PPBGM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) milik Kementerian Kesehatan yang merupakan inovasi pemantauan gizi anak. Dan, ketiga aplikasi e-HDW (Humas Development Worker) milik Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) yang dibangun sebagai alat kerja kader pembangunan manusia (KPM) dalam memantau lima paket layanan pencegahan stunting di desa.(rls/ade)