PAREPARE, KILASSULAWESI — Direktur Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Tirta Karajae Kota Parepare, Andi Firdaus Djollong kerap mengklaim masih mengalami laba negatif tiap tahunnya. Pernyataan laba negatif tersebut dinilai sejumlah pihak adalah merugi.
Namun, disisi lain jumlah perputaran uang di PAM Tirta Karajae atau PDAM dinilai sangatlah besar. Terlebih, Pemerintah Kota Parepare pun berinvestasi melalui dana penyertaan sangat besar, dengan nilai estimasi mencapai Rp 100 miliar.
Olehnya itu, Aparat Penegak Hukum (APH) baik kepolisian maupun kejaksaan patut mengusut adanya berbagai dugaan terjadinya tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan di PAM Tirta Karajae.
Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pusat, Ramzah Thabraman, Kamis, 30 Maret 2022, yang mendesak pihak kepolisian maupun kejaksaan tidak tinggal diam atas berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di PAM Tirta Karajae Kota Parepare.
Dari data yang dihimpun dari beberapa sumber terkait pendapatan PAM Tirta Karajae. Dengan pelanggan mencapai 23.640 pelanggan yang terbagi atas sembilan kelompok. Terdiri atas Kelompok l = 134, Kelompok ll = 16, Kelompok lll a = 343, Kelompok lll b = 17.154, Kelompok lll c = 4.888, Kelompok lV a = 976, Kelompok lV b = 127 dan Kelompok V = 3.
Untuk biaya administrasi perkelompok terdiri atas Kelompok l = Rp. 6.000,, Kelompok ll = Rp. 8.000, Kelompok lll a = Rp. 9.000, Kelompok lll b = Rp. 11.000, Kelompok lll c = Rp. 13.000 dan Kelompok lV = Rp. 15.000. Dimana jika dikelompokan secara total biaya administrasi yang diperoleh perbulan mencapai Rp 272.802.000 dan setahun mencapai Rp 3,2 miliar lebih. “Itu belum masuk perhitungan biaya pelanggan rumah tangga atau masyarakat umum,”jelasnya.
Bukan hanya itu, lanjut Ramzah, dari 3 pelanggan terbesar PAM Tirta Karajae yang terdiri atas Pelabuhan Nusantara, Pelabuhan Cappa Ujung dan Pertamina untuk pengisian kapal itu pun dinilai sangat besar.
Terlebih, transaksi dilakukan seperti di PT Pelindo dilakukan secara non tunai dan kabarnya harga kesepakatan ditentukan Direktur PAM Tirta Karajae yang semestinya melalui hasil shearing dengan DPRD Kota Parepare.
“Jika itu benar, maka patut menjadi pertanyaan besar, utamanya bagi para wakil rakyat di DPRD Parepare. Bagaimana fungsi pengawasannya,” tegas Ramzah Thabraman. Hingga berita ini nomor Direktur PAM Tirta Karajae masih sulit untuk dihubungi.(*)