SK Pencopotan Inspektur Daerah Parepare: Perspektif Kepala BKPSDM dan RSA

Kepala BKPSDM Pemerintah Kota Parepare, Adriani Idrus

PAREPARE, KILASSULAWESI- Kepala BKPSDM Pemerintah Kota Parepare, Adriani Idrus, akhirnya angkat bicara terkait polemik yang terjadi atas SK pencopotan jabatan Inspektur Daerah oleh Pj Wali Kota Parepare, Abdul Hayat.

Adriani mengakui, polemik ini berawal dari pencabutan yang dilakukan Pj Wali Kota Parepare sebelumnya, Akbar Ali. Dimana, ia tidak memiliki izin Kemendagri dan tidak sesuai prosedur. “Akibat itu, Pj Wali Kota sekarang Pak Abd Hayat melakukan koreksi keputusan dengan pembatalan,” katanya.

Bacaan Lainnya

Adriani pun berharap, untuk selanjutnya diminta kembali melalui pengadilan TUN. Terkait isu yang beredar bahwa SK 880 telah menang di PTUN, lanjut Adriani, itu tidak benar karena putusan PTUN yang kemarin itu tidak masuk dalam pokok perkara.

“Tapi legal standingnya, Pak Hayat memberikan kesempatan kepada Pak Iwan Asaad untuk menguji keputusan itu melalui PTUN, dan selama itu berjalan beliau tidak akan mengisi jabatan Inspektur Daerah. Bahkan, jika telah dijabat oleh Wali Kota Parepare terpilih sampai mendapatkan putusan inchract dari PTUN,” tegasnya Adriani kepada Kilassulawesi.com, pagi ini.

Senada disampaikan mantan Wakil Ketua DPRD Parepare, Rahmat Sjamsu Alam (RSA) fokus pada keputusan izin dari Mendagri. Dimana Pj Wali Kota yang dijabat Akbar Ali mengubah kebijakan Walikota sebelumnya, Taufan Pawe, terkait sanksi ke Iwan Asaad sebagai Sekda.

Menurut RSA, perubahan kebijakan tersebut harus didukung izin dari Mendagri sesuai PP 49 tahun 2008 pasal 132A ayat 1 poin 2 dan ayat 2, serta dipertegas dalam Permendagri 4 tahun 2023 pasal 15 ayat 2 poin d dan ayat 3. “Jika ada izin berarti aman, tetapi jika tidak ada maka melanggar peraturan,” jelasnya.

RSA pun menekankan pentingnya meminta persetujuan tertulis dari Mendagri berdasarkan hasil TUN. “Karena sulitnya mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri, seharusnya Pj meminta persetujuan berdasarkan hasil TUN,” ujarnya. Ia mengungkapkan bahwa hampir semua putusan TUN tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur, Walikota, dan Bupati di Indonesia terkait mutasi ASN. “Makanya hasil TUN dijadikan dasar untuk meminta izin tertulis dari Mendagri, bukan mengubah SK langsung,” tutupnya.

Polemik SK tersebut berawal dari apa yang dilakukan Pj Wali Kota Parepare, Abdul Hayat dengan mengeluarkan tiga SK sekaligus dengan nomor berurutan dalam waktu dua hari, dan semuanya ditujukan kepada Iwan Asaad.

SK pertama Nomor 804 Tahun 2024 yang memberhentikan Iwan Asaad sebagai Dewan Pengawas PAM Tirta Karajae pada 25 November 2024. Menyusul SK kedua Nomor 805 Tahun 2024 yang membatalkan SK Wali Kota Nomor 880 Tahun 2023, artinya penjatuhan hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun kepada Iwan Asaad kembali berlaku.

Dan ketiga SK Nomor 806 Tahun 2024 yang memberhentikan Iwan Asaad dari jabatan Inspektur Daerah. SK kedua dan ketiga ini terbit pada tanggal yang sama, 26 November 2024. SK 806 terbit tanpa disertai Pertek BKN dan izin tertulis Mendagri.(*)

 

Pos terkait