Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Di tengah badai pandemi ini, banyak masalah multidimensional yang dihadapi masyarakat dunia, Umumnya Negara kita bangsa Indonesia. Di antaranya adalah masalah psikologis, seperti rasa takut, sedih, frustasi, keluh kesah, panik, tidak sabar, dan rasa duka berlebihan yang bisa menyebabkan orang berputus asa. Jika putus asa merasuki jiwa, maka wabah Corona ini kering dari hikmah dan hampa makna. Laksana sayur tanpa garam, hambar tanpa rasa. Semua impian menjadi sirna dan kemudian cita dan harapan menjadi hancur lebur terbentur wabah Covid-19.
Oleh: H.Muh Dahlan,S.PdI,M.PdI
(Pengurus Fk-MPM, Pembantu UPTD SDN 24 , DPD AGPAII Kota Parepare)
( No Hp. 085398348177 / WA 082398705080)
Alamat: Jalan Bambu Runcing Lorong Durian No 25 D Elle Kalukue
Di Kota Parepare yang kita cintai ini, sudah dialami orang tua sahabat, saudara, Ibu ayah dan kakak kita, telah terpapar oleh covid 19 dan akhirnya di panggil menghadap Kepada Allah yang Maha di atas segala kemahaan-Nya. Cukup mengejutkan dan membuat kita semua tidak berdaya, menghadapi yang Namanya “ Coronawati” Akronim dari ; caramu kelewatan menyakiti hati. Kita dipaksa untuk berdaptasi denganya, corona “ Ngeri-ngeri sedap” kalua tidak hati-hati virusnya sangat berbahaya. Bagi suami bisa jadi Duda, bagi Isteri bisa jadi jadi janda, anak bisa jadi yatim, Kalau kita tidak menghindarinya dengan menerapkan 3 M, memakai masker, membasuh tangan , dan menjaga jarak.
Tetapi kita tidak boleh pasrah dan putus asa dengan keadaan, karena sungguh putus asa merupakan sikap tercela, yang melemahkan semangat dan akal pikiran, menumbuhkan sikap pesimis, serta menghilangkan rasa percaya diri. Putus asa adalah perbuatan terlarang di dalam Islam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
Yang Artinya: “ Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir” (QS Yusuf: 87).
Sebaliknya, mari kita lawan putus asa (pesimisme) dengan sikap sebaliknya, yakni menghadapi setiap keadaan dengan penuh harapan. Langit tak selamanya mendung, musim tak selamanya kemarau, dan hidup tak selamanya tangis dan duka nestapa. Adakalanya langit tampak cerah, musim panen akan tiba, dan sengsara pun berakhir dengan kebahagiaan. Jika jiwa optimis terpatri maka rahmat Allah akan datang menyapa kita.
Secara psikologis, optimisme mengajarkan keyakinan untuk mencapai hasil yang lebih baik, pantang menyerah, serta berpikir positif dalam mengatasi kesulitan dan permasalahan. Bersikap optimis berarti menjauh dari stres, fobia, dan depresi, serta bahaya stroke. Ia tidak mudah kagetan dengan musibah yang menimpa. Orang yang optimis akan lebih mudah berdamai dengan keadaan, percaya diri, berpikir positif, penuh kesadaran diri, dan tangguh menghadapi masalah. Umat Islam yang optimistis akan semangat berjuang, dan menjadikan ibadah dan doa sebagai senjata ampuh untuk meraih hidup yang lebih baik. Terlebih lagi Kota Parepare yang dikenal dengan Kota Santri dan kota Ulama.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam Islam, sikap optimis biasa disebut raja’ (harapan), yakni perasaan penuh harap akan surga dan berbagai kenikmatan lainnya, sebagai buah dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Raja’ termasuk akhlakul karimah yang bermanfaat dalam mempertebal iman, mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala, dan mendatangkan rahmat-Nya. Raja’ merupakan sikap mental optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah yang disediakan bagi hamba-hamba-Nya yang saleh.
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin juz X halaman 139 menjelaskan:
Artinya: “Raja’ ialah keinginan hati untuk menunggu apa yang disukai.” Menurut Ibnul Qoyyim dalam Madarijus-Salikin, “Orang-orang yang mengerti telah bersepakat bahwa raja’ tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila ia tidak beramal”.
Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala yang berbunyi: Artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya’.” (QS Al-Kahfi: 110).
Dengan demikian, raja’ kepada Allah akan tercapai dengan beberapa hal. Pertama, senantiasa menyaksikan karunia-Nya, kenikmatan-Nya, dan kebaikan-kebaikan-Nya terhadap hamba-Nya. Kedua, jujur dalam mengharap pahala dan kenikmatan ada di sisi Allah.
Ketiga, membentengi diri dengan amal saleh dan bergegas dalam kebaikan. Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali, raja’ (optimis) itu bisa diraih dengan dua hal, yakni mengambil i’tibar (pelajaran) dari setiap kejadian dan mempedomani ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat membangun optimisme. Salah satu firman-Nya yang perlu dipedomani adalah:
Artinya: “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Az-Zumar: 53
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di dalam ajaran Islam banyak cara agar kita bisa optimis dalam menjalani kehidupan, khususnya di tengah pandemi ini. Di dalam QS Insyirah (kelapangan), Allah memberikan solusi agar kita terhindar dari sikap putus asa, dan serta merta memiliki sikap optimis dalam menata kehidupan kita. Ayat tersebut yang artinya :
1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)
2. Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu,
3. Yang memberatkan punggungmu,
4. Dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu.
5. Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,
6. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain
8. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap,- QS Al Insyirah
Surat Al-Insyrah ini terdiri dari 8 ayat, termasuk Surat Makiyah dan diturunkan sesudah Surat adh-Dhuha. Sebutan populer sebagai surat “Alam Nasyrah” diambil dari ayat pertama, yang berarti “Bukankah Kami telah melapangkan.”
Berkaitan dengan optimisme, Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya Al-Maraghi mengungkapkan bahwa Surat al-Insyirah berisikan 4 maksud, yaitu:
• Menguraikan segala kenikmatan yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
• Janji Allah untuk menghilangkan kesulitan dan cobaan yang dihadapi oleh beliau.
• Diperintahkan kepada beliau agar tetap tekun dan terus menerus beramal saleh.
• Pasrah diri semata-mata kepada-Nya dan menghadapkan segala harapan juga hanya kepada-Nya.
Menurut KH M. Quraish Shihab, Surat al-Insyirah menegaskan bahwa setelah segala daya dan upaya dilakukan, barulah berserah diri diperlukan. Di sisi lain, usaha saja tidak cukup, melainkan harus dibarengi dengan doa dan harapan (optimis) kepada Allah. Kedua hal tersebut selalu menghiasi pribadi setiap Muslim, karena betapapun kuatnya, potensi manusia tetaplah terbatas. Hanya harapan tercurah kepada Allah yang dapat menjadikan ia bertahan menghadapi hempasan ombak kehidupan yang terkadang tak mengenal kasih. Demikian Surat al-Insyirah ini memulai ayat-ayatnya dengan menggambarkan anugerah ketenangan jiwa yang telah diperoleh Nabi Muhammad serta diakhiri dengan petunjuk yang dapat menghantarkan seseorang guna memperoleh ketenangan itu, terutama di tengah badai pandemi ini.(*)