POLMAN, KILASSULAWESI– Kehidupan masyarakat pantai Mampie di Desa Galesi, Kecamatan Wonomulyo, kini berada di ujung tanduk akibat abrasi yang terus menggerus daratannya setiap tahun. Abrasi pantai yang berlangsung selama bertahun-tahun telah menyebabkan luas daratan Mampie terus berkurang, memengaruhi kehidupan masyarakat yang sebagian besar bergantung pada perkebunan dan perikanan.
Abrasi yang semakin parah di kawasan ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan warga. Sumber air bersih semakin sulit ditemukan karena intrusi air laut yang kian merambah ke wilayah pemukiman. Akibatnya, warga harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli air bersih. Selain itu, banyak tanaman warga yang mati akibat air yang terlalu asin, mengurangi hasil perkebunan mereka.
Di sisi lain, daratan yang semakin sempit mengancam keberlanjutan pemukiman dan lahan perkebunan masyarakat. Abrasi yang tak terkendali ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya angka kemiskinan di Mampie. Penduduk setempat kini berada dalam situasi sulit karena penghasilan mereka semakin berkurang akibat hilangnya lahan pertanian dan rusaknya lingkungan yang menjadi sumber penghidupan.
Muh. Yusri, tokoh pemuda Mampie, mengatakan rata-rata daratan Mampie berkurang 5 hingga 10 meter setiap tahunnya akibat abrasi. “Setiap tahun daratan Mampie ini berkurang akibat abrasi sekitar 5 hingga 10 meter bahkan lebih,” kata Yusri, yang akrab disapa Yusri Mampie.
Yusri menambahkan bahwa wilayah yang sudah ada batu gajahnya yang memecah ombak sudah aman, namun masih panjang pantai Mampie yang belum ada tanggul pemecah ombaknya sehingga warga sangat berharap ada perhatian serius dari pemerintah.
Warga Mampie berharap agar pemerintah segera bertindak untuk menyelamatkan wilayah mereka dari kehancuran. Salah satu solusi yang diharapkan adalah pembangunan tanggul pemecah ombak di pesisir Mampie. Tanggul ini diharapkan dapat menahan ombak yang terus mengikis daratan, serta memberikan perlindungan bagi masyarakat agar bisa tetap tinggal dan bertahan hidup di wilayah mereka.
Anggota DPRD Polman, Irpan Pahri Putra dari Partai Golkar mengatakan, Abrasi yang terus menggerus daratan dan mengancam kehidupan warga Mampie adalah masalah yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Keberlangsungan hidup masyarakat di kawasan pesisir ini sangat bergantung pada kondisi lingkungan mereka, yang kini terancam akibat abrasi yang semakin parah setiap tahunnya.
“Pemerintah tidak boleh tinggal diam! Perhatian terhadap permasalahan ini sangat mendesak,” tegas Irpan Pahri. Sebagai pihak yang memiliki kewenangan dan sumber daya, pemerintah wajib bertindak untuk melindungi masyarakat, salah satunya dengan pembangunan tanggul pemecah ombak yang dapat menahan laju abrasi.
“Tanpa tindakan nyata, kita tidak hanya akan kehilangan tanah dan aset, tetapi juga berisiko meningkatkan kemiskinan yang lebih besar di Mampie,” kata Irpan Pahri.
Pemerintah segera merespons masalah ini dengan langkah konkret agar Mampie tetap bisa bertahan dan berkembang. Sebagian besar penduduk Mampie bergantung pada laut untuk mata pencaharian mereka, baik dalam sektor perikanan maupun perkebunan.
Namun, dengan semakin berkurangnya luas daratan yang tersisa akibat abrasi, mata rantai kehidupan masyarakat ini mulai terputus. Lebih jauh, Irpan mengatakan, keberadaan lahan yang semakin sempit mengancam pemukiman dan hasil pertanian mereka, sementara intrusi air laut mengurangi kualitas sumber air bersih. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang harus segera mendapat perhatian dari pemerintah.
Tanpa adanya upaya yang tepat, masyarakat akan semakin terisolasi dan terjerat dalam kondisi kemiskinan. “Pembangunan tanggul pemecah ombak dan program mitigasi lainnya harus menjadi prioritas. Pemerintah perlu bergerak cepat untuk merancang solusi jangka panjang yang dapat melindungi pantai Mampie, memperbaiki kondisi lingkungan, serta menyelamatkan mata pencaharian masyarakat. Tindakan yang terbukti efektif dapat memberikan harapan baru bagi warga Mampie dan mencegah kehancuran lebih lanjut dari wilayah yang telah menjadi rumah mereka selama ini,” jelas Irpan Pahri.(*)