PAREPARE– Pelaksanaan Open Tournament Domino Wali Kota Cup yang digelar 6–7 September 2025 di Lapangan Andi Makkasau bukan hanya mencederai etika publik, tetapi juga menampar wajah pemerintahan Kota Parepare di tengah bulan kelahiran nabi yang mulia, Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kritik keras itu datang dari tokoh masyarakat HA Rahman Saleh. Bukan sekadar suara individu, melainkan cerminan keresahan kolektif atas lunturnya kepekaan pemerintah terhadap nilai-nilai religius dan sosial masyarakat.
Menggelar turnamen domino dengan label Wali Kota Cup di bulan Maulid adalah keputusan yang tidak hanya keliru, tetapi juga berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Dalam konteks keagamaan, kata Rahman, permainan domino yang identik dengan praktik taruhan telah lama dipandang sebagai bentuk judi terselubung. Ketika pemerintah justru menjadi fasilitator kegiatan semacam ini, pertanyaan besar muncul. Di mana komitmen terhadap moralitas publik dan citra pemerintahan yang bersih?
Selain substansi acara yang kontroversial, pelaksanaan turnamen ini juga dinilai buruk secara teknis. Panitia gagal menunjukkan kapasitas manajerial yang memadai, sehingga acara berujung pada kericuhan. Ketidaksiapan ini memperkuat kesan bahwa kegiatan tersebut tidak mendapat restu sosial maupun spiritual, terlebih karena waktunya berdekatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Alih-alih menjadi ruang syiar dan edukasi keagamaan, Lapangan Andi Makkasau justru disulap menjadi arena kompetisi yang tidak mencerminkan semangat Maulid. Padahal, masyarakat Parepare memiliki tradisi kuat dalam memperingati bulan suci ini melalui lomba shalawat, barazanji, dai cilik, hingga kreasi telur hias dan sokko.
Pemerintah seharusnya menjadi pelindung tradisi, bukan pengalih arah budaya. Label Wali Kota Cup bukan sekadar nama, melainkan representasi institusi. Ketika label ini digunakan untuk kegiatan yang tidak selaras dengan nilai publik, maka seluruh pemerintahan ikut menanggung dampaknya.
Pemerintah Kota Parepare perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme kolaborasi dengan pihak eksternal. Seleksi kegiatan harus berbasis nilai, bukan sekadar popularitas atau kepentingan jangka pendek.
HA Rahman Saleh juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Parepare, yang selama ini dikenal sebagai Kota Cinta, Kota Santri, Kota Event, dan Kota Jasa, bisa saja disematkan label baru yang memalukan ‘Kota Domino’. Sebuah julukan yang lahir bukan dari prestasi, melainkan dari kelalaian pemerintah dalam menjaga marwah dan identitas kota.(*)