KILASSULAWESI.COM, SIDRAP –– Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sidrap, Sudirman Bungi menanggapi hak interpelasi yang diajukan DPRD. Sudirman menganggap, hak interpelasi yang diajukan dewan itu merupakan hal wajar dan normatif. “Dari aspek politis, itu hal biasa. Interpelasi itu adalah sarana bagi DPRD meminta penjelasan lebih rinci terhadap hal-hal yang membutuhkan penjelasan detail. Sehingga bagi pak Bupati, bagi kami Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPID) melihat hal itu sebagai sesuatu yang wajar saja,” kata Sudirman, di Kantor Bupati Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu 29 September.
Oleh sebab itu, kata dia, Bupati Sidrap H Dollah Mando wajib memberikan penjelasan jika dipanggil dalam sidang paripurna. “Saya kira Pemerintah Daerah (Pemda), pak Bupati harus kooperatif. Ini kan sesuatu yang sesuai aturan, normal, biasa. Katakanlah tidak haram dan memang mekanismenya diatur dalam aturan perundang-undangan. Saya harus menyampaikan, Pak Bupati dan pembantu-pembantunya tentu harus kooperatif,” ujar dia.
Dia mengakui, ada beberapa hal yang memang perlu diberikan penjelasan teknis antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan Komisi DPRD.
Namun sejauh ini, lanjut dia, pembahasan antara OPD dan Anggota DPRD di Komisi sudah saling memahami.
“Setelah diberikan penjelasan, disampaikan datanya kemudian kronologinya seperti apa. Semua pembahasan di Komisi terlewati, berjalan dengan baik, lancar dan saling memahami,” akunya.
Terkait Pokok-pokok pikiran (Pokir) yang dipermasalahkan DPRD. Dia berdalih, Pokir tak dikenal dalam aturan perencanaan dan perundang-undangan.
Melainkan, kata dia, Pokir itu istilah yang muncul dari kalangan legislatif atau partai politik (Parpol) dalam memperjuangkan aspirasi konstituennya.
“Jadi, istilah Pokir yang dalam mekanisme perencanaan itu sebenarnya aspirasi. Hasil dari reses anggota DPRD yang menjadi buah pikiran. Nah, Pokir dalam mekanisme perencanaan itu adalah daftar masalah yang disampaikan DPRD. Kemudian diperoleh dari hasil setelah memotret kondisi masyarakat, terutama di wilayah konstituennya. Itu kemudian yang menjadi masukan kepada Pemda dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk menjadi bahan penyusunan rencana kerja,” jelas dia.
Olehnya itu, lanjut dia, Pemda juga harus memperhatikan Pokir sebagai bentuk pengayaan dokumen perencanaan terhadap masalah yang ada di masyarakat.
Hanya saja, katanya, selama ini ada tafsiran bahwa Pokir merupakan anggaran yang dikelola anggota DPRD.
“Saya mohon maaf, pemahaman kami tentang Pokir tidak seperti itu. Ini yang juga perlu diluruskan. Yang dimaksud Pokir dalam sudut pandang perencanaan adalah daftar masalah yang disampaikan anggota DPRD pada saat penyusunan rencana kerja Pemda. Apakah itu harus diperhatikan Pemda?, harus. Itulah yang menjadi bahan kita untuk menyusun rencana kegiatan lalu masuk mewarnai draf APBD yang dibahas lagi Pemda dan DPRD. Jadi Pokir itu harus diperhatikan, dalam arti daftar masalah-masalah yang ada di wilayah,” tandas dia.
Sebelumnya, Pimpinan DPRD menyepakati interpelasi Bupati Sidrap, H Dollah Mando bergulir pada sidang paripurna.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Sidrap, H Ruslan saat dikonfirmasi, Selasa 21 September, lalu.
Legislator NasDem Sidrap itu mengemukakan, sidang paripurna dijadwalkan pada Kamis 30 September, besok.
Sementara itu, salah satu Legislator pengusul hak Interpelasi, Bahrul Appas mengapresiasi langkah pimpinan DPRD Sidrap.
Kata dia, hal itu sesuai tugas DPRD yakni menjalankan fungsi pengawasan lembaga legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan Pemda.
Bahrul menjelaskan, inti penggunaan hak Interpelasi DPRD Sidrap lantaran Dollah Mando dinilai melanggar beberapa Peraturan Daerah (Perda).
Salah satunya, hasil rapat yang selalu dilakukan bersama kepala OPD selalu nihil. Maka dari itu, kata Bahrul, pengajuan hak interpelasi ke Bupati Sidrap sudah sesuai undang-undang.
Sementara itu, Legislator PPP Sidrap, Fatahuddin beberapa waktu lalu, membeberkan sejumlah persoalan yang mendorong beberapa fraksi di DPRD Sidrap menggulirkan hak interpelasi.
Salah satunya, kata dia, Pokir yang memang tidak diakomodir. Fatahuddin menilai, Pemkab Sidrap mangkir dan tak memberikan penjelasan terkait itu. Padahal, kata dia, Pokir merupakan hak anggota DPRD.
Selain Pokir, kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Sidrap ini, Pemkab terkesan tak memperhatikan pedagang kecil. Terutama pelaku usaha UMKM.
Dia mencontohkan, Pemkab Sidrap melanggar Perda toko modern tahun 2014. Dia bilang, jarak antara retail modern dan tradisional seharusnya berjarak minimal 500 meter. Namun di Sidrap, toko modern dan pasar tradisional jaraknya berdekatan.
Maka dari itu, dia menegaskan, tiga fraksi dan beberapa legislator Sidrap tetap konsisten dalam pengusulan hak interpelasi.
Dengan hak interpelasi, kata dia, maka ada ruang dan kesempatan bagi Bupati Sidrap untuk memberi jawaban dan penjelasan terkait permasalahan yang terjadi.
Berdasarkan informasi, dari 35 anggota DPRD Kabupaten Sidrap, ada 19 anggota yang sepakat hak Interpelasi dipergunakan yakni fraksi partai Golkar 5 orang, fraksi partai NasDem 8 orang, fraksi Bela Ummat (PPP, PAN dan PBB) ada 6 anggota.
Sementara Fraksi yang tidak mengajukan interpelasi yakni Demokrat, Gerindra, PKS. Serta PDI, PKPI dan Perindo yang tergabung dalam Fraksi Sidrap Hebat. (ami)