KILASSULAWESI.COM, SIDRAP — Peternak ayam petelur di Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel) alami kerugian hingga Rp 18 juta sehari selama pandemi Covid-19. Penyebabnya, harga pakan melambung tinggi sementara harga telur anjlok. “Itu kan kebutuhan pakan nasional 70 persen komponennya impor. Nah, ketika pandemi Covid-19, semua negara produsen misalnya di Amerika Latin seperti Argentina, Brazil, dan lain-lain. Di sana produksi baku pakan sangat minim, sehingga hasil produksinya tidak diekspor. Makanya harga pakan di Indonesia mahal atau melampaui harga normal,” kata salah satu peternak ayam petelur, Fatahuddin, di Desa Bulo, Kecamatan Panca Rijang, Sidrap, Jumat 17 September.
Fatahuddin menyebutkan, harga pakan saat ini mencapai Rp 6400 per kilogram. Sementara, kata dia, harga telur anjlok di harga Rp 29 ribu per rak. “Dulu, sebelum pandemi Covid-19 harga pakan murah dan telur mahal. Harga pakan dulu Rp 4500 per kilogram, sementara harga telur masih Rp 35 ribu per rak,” sebutnya.
Selain itu, kata Legislator PPP Sidrap ini, Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga mempengaruhi penyerapan telur lantaran permintaan pasar menurun. “PPKM juga mempengaruhi penyerapan telur karena ada pembatasan. Warung makan, restoran, hotel, usaha katering dibatasi,” ujar dia.
Kondisi tersebut, kata dia, membuat telur-telur tersebut menumpuk hingga ribuan rak. Dia bilang, penjualannya selama pandemi hanya berkisar 25 persen per hari. “Kami biasanya produksi 3000 rak telur per hari. Dulu sebelum pandemi, semua telur laku. Saat ini, kalau kita produksi 3000 rak, hanya 500 rak yang terjual. Bahkan, kadang-kadang tidak ada yang laku karena tak ada permintaan. Sehingga, telur menumpuk hingga ribuan butir sehari. Kondisi itu membuat kami rugi hingga Rp 18 juta sehari,” tutupnya.
Sekadar diketahui, pihaknya mendistribusikan telur-telur itu ke Kalimantan Timur (Kaltim), Kendari Sulawesi Tenggara, dan Kota Makassar, Sulsel. (ami/B)