KILASSULAWESI.COM,POLMAN — Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa bergerak dari Gabungan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Polman menggelar aksi unjuk rasa (UNRAS) didepan Kantor DPRD Polman, Senin 28 September 2020. Aksi ini digelar dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN).
Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Sarman mengatakan HTN merupakan momentum atas lahir dan disahkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang pokok pokok agraria PA. Sebuah produk UU yang mengamanatkan agar tanah-tanah didistribusikan secara adil kepada rakyat, khususnya kepada petani buruh, nelayan dan masyarakat adat.
Namun sampai saat ini, amanat dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak pernah dijalankan sesuai dengan semangat dan pengesahannya. Melainkan Tanah garapan yang menjadi sumber penghasilan dan penghidupan rakyat dimonopoli dan dirampas oleh perusahaan-perusahaan besar maupun mereka yang mempunyai kapital (modal).
Setiap hari kehidupan kaum tani semakin terperosok Ke jurang kesengsaraan akibat tindakan eksploitatif dan minimnya perlindungan dari pemerintah Tanah-tanah mereka dirampas, dimonopoli, diakusisi bahkan dialihfungsikan untuk memenuhi kebutuhan dan nafsu keangkuhan segelintir orang. Dan parahnya, para petani yang berjuang mempertahankan tanah dan kehidupannya mendapatkan tindakan diskriminasi, kekerasan, kriminalisasi, penangkapan.
Bukan hanya itu, bahkan berujung pembunuhan hingga tindakan represi dan kekerasan yang dialami para petani selain dari preman sewaan korporasi oknum-oknum TNI mau pun polisi, yang mana seharusnya mereka hadir untuk melindungi dan menjamin keamanan rakyat sebagaimana amanat konstitusi.
“Berdasarkan data jumlah tanah yang dikuasai oleh pribadi maupun investor cukup besar. Misalnya, di sektor perkebunan ada Sinarmas yang menguasai 23 juta hektare lahan di Riau, Pulp sebanyak 12 juta hektare, 25 grup bisnis menguasai lahan seluas 51 juta hektare di sektor tambang, 561 perusahaan menguasal lahan dengan luas 52 juta hektare. Itu adalah data terbesar yang dikuasai oleh perusahaan manufaktur, dan masih banyak lagi data lainnya (AGRA 2016),”tegasnya.
Sejauh ini, kata Sarman, belum ada tindakan kongkret dan konsekuen dari pemerintah untuk menjaga dan melindungi petani dari perilaku kesewenang-wenangan tersebut. Banyak konflik lahan yang melibatkan petani dan perusahaan tidak menemukan solusi yang baik dan berkeadilan bagi masyarakat. Bukan hanya dalam penyelesaian konflik, pemerintah juga melahirkan produk undang-undang yang merugikan para petani.
Pengalokasian lahan justru lebih besar diberikan kepada korporasi daripada untuk memenuhi kebutuhan petani. Reforma agraria versi Jokowi dengan membagikan sertifikat tanah tidak ada korelasinya dengan semangat yang dimandatkan dalam UUPA Pemberian sertifikat tanah tidak akan menghilangkan ketimpangan atas penguasaan tanah serta monopoli seluruh aspek produksi pertanian. ” Seharusnya ada upaya sistematis untuk melakukan restrukturisasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan menjadi lebih berkeadilan bagi petani.,”tegas Sarman.
Unjuk Rasa tersebut Mendesak DPRD Polman untuk membuat surat pernyataan menolak UU Omnibus Law melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai haluan ekonomi negara dan laksanakan reforma agraria Mendesak pemerintah untuk mencabut segala produk UU yang bertentangan dengan semangat dan mandat UUPA. Pemerintah harus menjamin produktivas kaum tani dengan memberikan bantuan dan dukungan seluas-luasnya kepada petani.
Serta mendesak Kapolres Polman untuk membuat surat pernyataan yang berisikan instruksi kepada anggota kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif terhadap massa aksi.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Polman, Hamzah Syamsuddin mengatakan,
atas nama pimpinan meminta maaf karena tidak bisa menerima adik-adik mahasiswa diruang aspirasi karena gedung ini sedang dalam tahap renovasi. Dan beberapa Anggota DPRD juga saat ini sedang melaksanakan rapat banggar. ” Kalau poin pertama dan dua kami sudah dengar dan sudah kami sampaikan kepada anggota dewan lainnya,”singkatnya.(win/B)