KILASSULAWESI.COM, SIDRAP — Seorang warga, Muhammad Sapri memprotes keberadaan beberapa petak sawah di Kelurahan Empagae, Kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidrap.
Menurut Sapri, lima hektare sawah itu dahulunya danau yang ia garap untuk membuat bendungan penampungan air. Sebab, kata Sapri, ia juga memiliki sawah sebanyak tiga hektare tepat di atas danau itu yang sekarang terpetak-petak menjadi sawah.
“Ini tanpa sepengetahuan saya, ada salah seorang penggarap menerbitkan PBB untuk dijadikan sawah. Padahal, saya orang pertama yang garap itu danau,” kata Sapri, Senin 1 Januari.
Sapri mengungkapkan, danau itu dahulu berfungsi sebagai penampungan air. Sebab, katanya, saat kemarau tiba maka danau itu bisa bermanfaat untuk sawahnya. “Saya khawatir kalau sudah memasuki kemarau tak ada lagi air yang bisa digunakan,” katanya.
Dia juga menyayangkan, kepala lingkungan II Empagae menerbitkan surat keterangan kepemilikan tanah. “Saya juga kecewa karena danau itu dialih fungsi oleh kepala lingkungan menjadi tanah bekas hak milik adat yang kini menjadi lahan pertanian. Lahan itu dikelola salah seorang warga,” sesalnya.
Olehnya itu, ia berharap pemerintah menaruh perhatian. Sebab, kata dia, danau yang seharusnya menjadi kepemilikan bersama tak boleh dikelola seorang saja. “Saya harap pemerintah turun tangan,” harapnya.
Plt Kepala Dinas Pertanian Sidrap, Ibrahim tak menampik jika banyak sawah memang berstatus danau. “Tidak cuma di Empagae, banyak sawah berstatus danau,” kata Ibrahim.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Sidrap, Laenggeng Kote mengaku tidak pernah keluarkan izin mencetak sawah baru. “Ini termasuk pelanggaran karena tidak ada izin. Bahkan ada surat edarannya yang ditandatangani Wakil Bupati Sidrap bahwa dilarang mencetak sawah baru, apalagi di danau. Besok saya akan tinjau,” tegas Laenggeng.
Langgeng menyayangkan jika ada salah seorang warga menerbitkan surat kepemilikan. “Itu yang kita hindari kalau ada surat kepemilikan, apalagi sampai ada PBB. Karena biasanya ada konflik,” tandasnya. (ami/B)