Ketika Nabiullah Ibrahim as diuji oleh Allah SWT dengan memerintahkan anak kesayangannya Nabi Ismail as untuk dikurbankan. Keduanya menerima dengan penuh keikhlasan dan kesabaran menjalankan perintah itu, sehingga Allah SWT menggantikan hewan kurban dari surga dan memberikan ucapan keselamatan kepada Khalilullah Ibrahim as. Kisah inilah yang mendasari pelaksanaan ibadah kurban. QS. 102-107.
Oleh: Rahim Hadi (Ketua PC MATAN Kabupaten Pinrang & Kamad MTs Lero Suppa) ََ
Falammā balaga ma‘ahus-sa‘ya qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka fanẓur māżā tarā, qāla yā abatif‘al mā tu’maru, satajidunī in syā’allāhu minaṣ-ṣābirīna
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
(QS 37 : 102)
Keduanya berserah diri dengan perintah Tuhan-Nya, maka Allah pun kagum terhadap keduanya karena bertekad bulat dalam mewujudkan mimpinya untuk mengurbankan anak kesayangannya demi menunaikan perintah Allah SWT, sehingga Allah membalas dengan balasan yang besar pula atas ketaatannya mengganti Nabi Ismail as dengan kambing besar dan sehat dari surga. Selain itu, atas ketaatan dan kesabarannya, Allah juga memberi ucapan keselamatan kepada Nabiullah Ibrahim as dengan ucapan. “Salam sejahtera atas Ibrahim.” Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kisah singkat Nabi Ibrahim as dan Ismail as yang diberitakan dalam kitab suci ini merupakan pelajaran yang sangat berharga dan berkualitas tinggi buat kita umat manusia. Bagi orang yang muttaqin tidak ada yang berharga jika itu kehendak Allah. Sebagai umat Muhammad Saw yang disebut-sebut sebagai umat terbaik, maka wajib hukumnya meneladani kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.
Banyak keteladanan yang dapat dipetik dalam kisah ini diantaranya sifat kesabaran dan ketaatan Nabiullah Ibrahim as dan Ismail as. Hubungan ibadah kurban dengan covid-19 adalah sama-sama ujian dari Allah SWT.dan sama-sama dibutuhkan sikap kesabaran dan ketaatan.
Sejak muncul covid-19 dan masuk di negara kita di bulan Maret 2020 lalu. Diakui atau tidak tatanan kehidupan diporak-porandakan, termasuk umat beragama khususnya umat Islam sesuatu yang tidak biasa dilakukan karena ada pembatasan sosial oleh yang berwenang demi keselamatan jiwa.
Berbagai macam karakter dalam menyikapi covid-19 ini, ada percaya dan ada pula yang tidak percaya, ada pula yang memiliki rasa ketakutan berlebihan karena takut ancaman kekurangan harta, kelaparan dan ancaman jiwa. Keadaan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah 155
Wa lanabluwannakum bisyai’im minal-khaufi wal-jū‘i wa naqaṣim minal-amwāli wal-anfusi waṡ-ṡamarāti wa basysyiriṣ-ṣābirīna
Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (QS 2 : 155)
Sebaik-baik sikap dalam menghadapi sebuah masalah adalah tawasut, atau moderat takut tapi tidak berlebihan, tetap berusaha dengan mengikuti petunjuk ahli yakni dengan mengikuti prokes dalam menghadapi covid-19 dan tetap bersikap sabar dan mengharapkan pertolongan Allah SWT.
Sabar begitu ucapan kita disaat ada saudara kita dapat promatika kehidupan. Kata sifat ini begitu mudah diucapkan lisan, namun amat sulit mengaplikasikan atau mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Syaikhuna wa Habibana As-Sayyid Abdurrahim As-Seggaf Puang Makka mursyid tharekat Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassary ke 12 suatu hari bersama kami (anak-anak rohaninya) mengatakan bahwa sabar adalah suatu maqam yang tertinggi diucapkan mudah, tapi mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari amat berat, tapi bagi orang yang mampu mengaplikasikan dalam hidupnya, maka dia akan mencapai puncak al a’la (tertinggi yakni bersama dengan Allah Ta’ala. Innalaha ma’a shobirin.
Kata sabar dalam bahasa Arab terdapat 3 huruf yakni Shad-Ba dan Ra bermakna menahan diri. Seseorang belum bisa dikategorikan bersabar jika ia masih berkeluh kesah dalam menghadapi ujian Allah SWT. Mulutnya boleh saja tidak berucap apa-apa, tapi hatinya belum tentu boleh jadi hatinya berkeluh kesah. Sabar kemampuan menahan diri lahir batin terhadap masalah atau ujian yang dihadapi.
Jika kata sabar ini hurufnya diputar dari arah belakang menjadi kata Ra-Ba- Shad bermakna menanti, salah satu pekerjaan yang paling sulit dilakukan seseorang adalah menanti atau menunggu. Biasanya orang yang menunggu ada keluhan atas orang yang ditunggunya, karena itu menanti dibutuhkan sikap kesabaran.
Jika kata sabar ini hurufnya diambil dari tengah menjadi kata Bashara yakni melihat. Sesuatu yang yang akan diperlihatkan kepada seseorang entah itu baik atau buruk dibutuhkan kesabaran. Jadi, kata sabar ini diputar bagaimanapun hurufnya akan tetap memiliki makna mengarah ke sabar.
Ibnu Mundzur dalam kitabnya Lisanu Arabi makan kata sabar adalah amsyaka syai’un artinya menahan sesuatu. Jadi, orang sabar papun yang dihadapi mampu menahan dirinya dari gejolak hati dan jauh dari dari keluh kesah dalam menghadapi kehidupanya.
Kedua, makna sabar juga bisa dikaitkan dengan al-hijr minal jinsi wal aswadi artinya sejenis batu hitam yang ada di gunung. Jika perhatikan batu gunung dengan batu karang di laut sangat berbeda dari segi kekuatannya. Sebab batu gunung teruji dengan berbagai fenomena alam misalnya panasnya matahari, dinginnya hujan dan angin kencang tetap bertahan tanpa ada perubahan.
Begitulah makna sabar apapun yang menimpa diri kita tetap dihadapi dengan tenang seperti batu gunung itu. Sering kita dengar ucapan dari sahabat-sahabat kita bahwa sabar ada batasnya. “Sabar ya sabar” jika ada batasnya berarti bukanlah sabar karena sabar itu tak memiliki batasan.
Ketiga, makna sabar syai’un al’a’la artinya sesuatu yang tertinggi. Ketika seseorang mampu mengaplikasikan sifat sabar dalam kehidupannya, maka posisinya akan berada di puncak ketinggian. Sebagaimana Khalilullah Ibrahim as, dan Habibullah Muhammad Saw mampu berada di ufuqil ‘ala.
Di masa pandemik ini, luar biasa dahsyatnya ujian Allah sebab kita disuguhi setiap hari dengan berita-berita hoax, dibutuhkan sikap menahan diri dalam menghadapinya. QS.al- Baqarah: 157.
“Ulā’ika ‘alaihim ṣalawātum mir rabbihim wa raḥmatun wa ulā’ika humul-muhtadūna.”
Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dalam kehidupan ini, manusia tidak akan lepas ujian dari Allah bahkan ujian demi ujian akan terus sampai jiwa raganya belum berpisah. Tujuannya diuji untuk sampai berada dipuncak yang tinggi bersama dengan Tuhannya.
Orang yang memiliki keihsanan yang baik tentunya akan menghadapinya dengan sikap qana’ah yakni rela menerima kenyataan hidup, sebab ia yakini semuanya dari Allah akan kembali kepada Allah Ta’ala. Dan melihatnya mustahil ada makhluk tanpa ada yang mengadakan.
Covid-19 dan gerakannya tidak mungkin bergerak dengan sendirinya dan mustahil gerakannya terjadi di alam semesta ini tanpa ada yang menggerakkan dan tidak ada gerakan yang terlepas dari Allah SWT. Dialah yang Maha Penggerak atas segala sesuatu.(*)
Wallahu alam bishhawab.
Wailallahi Turjaul Umur