DKP Sulsel Akui Ada Empat Titik Izin Reklamasi di Parepare

Kabid Pengelolaan dan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP SulSel, Suhartono N

PAREPARE  KILASSULAWESI– Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan akhirnya membuka garis besar awal keluarnya permohonan izin reklamasi yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Parepare.

“Sekitar awal tahun 2021, memang ada permohonan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulsel untuk izin reklamasi yang ditindak lanjutkan ke DKP untuk di cek,”katanya.

Bacaan Lainnya

” Setelah kita cek sesuai di Perda No 2 Tahun 2019 tentang Ruang Zonasi (RZ), titiknya itu sudah sesuai alokasi ruang untuk zonasi,”jelas Kabid Pengelolaan dan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP SulSel, Suhartono N, kemarin.

Suhartono mengakui, untuk wilayah Kota Parepare itu terdapat empat titik reklamasi yang diakomodir dalam RZ, yakni pesisir pantai Cempae, Mattirotasi, dan dua titik lagi.

” Dua proyek yang kini berjalan, pembangunan Anjungan Cempae, di pesisir Pantai Cempae, Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang. Dan pembangunan Masjid Terapung BJ Habibie, di pesisir Pantai Mattirotasi, Jalan Mattirotasi, Kelurahan Cappa Galung, Kecamatan Bacukiki Barat. Itu sudah sesuai masuk RZ untuk reklamasi,”kata pria asal Lappa-lappae, Suppa, Pinrang tersebut.

RZ dibuat sesuai data yang ada, dan melalui berbagai tahapan. Dan tim sudah melakukan pemantauan dilapangan. Saat disinggung mengenai apa perlunya izin reklamasi dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal perihal izin reklamasi. Suhartono mengakui, saat itu berbeda dengan kondisi sekarang.

” Memang saat ini ada lagi digenjot dan dibahas integrasi dari Perda RZ ke Perda RT/RW Provinsi Sulsel. Jadi nantinya tata ruang laut dan tata ruang darat disatukan dalam sebuah Peraturan Daerah (Perda),”jelasnya.

Persoalan yang tidak tersosialisasi adalah adanya surat edaran Dirjen Ruang Laut, dimana sejak bulan Mei semua perizinan itu ke KKP. ” Permohonan izin masuk awal tahun 2021, sedangkan aturan baru diterapkan bulan Mei,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Parepare, Samsuddin Taha yang dihubungi terpisah mengatakan, dua kegiatan yang berlangsung saat ini sudah mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare sesuai revisi Perda RTRW tahun 2021-2041.

” Karena pada saat dibahas itu sudah tercantum di rencana tata ruang terkait pembangunan Mattirotasi Waterpark dan Anjungan Cempae sesuai perubahan perdanya tahun 2021-2041,” singkat Samsuddin.

Proyek Anjungan Cempae

Sebelumnya, sejumlah LSM menyoroti perizinan dan tidak adanya keterbukaan informasi akan proyek puluhan miliar tersebut. Bahkan, Selasa 31 Agustus 2021, LSM WALHI Sulsel akan membeberkan secara terbuka dan transparan akan temuannya.

Salah satu paling menjadi perhatian adalah proyek Anjungan Cempae. Penggiat LSM Kota Parepare, Sofyan Muhammad mengaku heran dengan kondisi proyek tersebut.

Pasalnya, penimbunan dan pemanfaatan pantai, kata Sofyan, jangan cuma mengedepankan pemanfaatan tanpa memperhatikan kepastian hukum, sebab dasarnya perizinan itu lahir karena adanya larangan.

Jika melihat kondisi dilapangan, dengan besarnya jumlah pengerukan galian pembersih sampah dan lumpur permukaan yang mencapai 4.288 meter kubik adalah jumlah sangat besar. “ Itu bisa buat gunung lumpur,” jelasnya.

Bukan hanya itu, lanjut pria bertubuh tinggi, diperparah dengan pengerjaan yang di Contract Change Order (CCO). “Ini terindikasi adalah akal-akalan konsultan RAB di CCO,”katanya.

Sofyan pun mengakui, pengerjaan pengerukan galian pembersih sampah dan lumpur permukaan sangat penting karena sebagai landasan pondasi timbunan. “Jadi pengerukan itu harus sampai kedasar tanah yang keras,”ungkapnya.

Tak sampai disitu, Sofyan pun masih mempertanyakan soal lumpur dari proyek Anjungan Cempae. “Apakah lumpur dari Anjungan Cempae itu tidak berbahaya, dan sudah diklasifikasikan masuk pada limbah apa?,”tegasnya.

Persoalan ini sangat penting, khusus untuk izin lingkungannya karena jangan sampai lumpur disitu masuk kategori limbah B3. Dan jika itu terjadi harus melalui prosedur sesuai jenis limbahnya melalui hasil laboratorium.

“Ingat lokasi ini tak jauh dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Parepare. Dan pernah menjadi lokasi tumpahan minyak kapal,”tutupnya.(*)

 

Pos terkait