Tempuh jarak 150 Km dengan 11 Jam, Bebas Hidupkan Harapan di Tutar

POLMAN, KILASSULAWESI – Di tengah malam yang pekat, hanya diterangi oleh cahaya rembulan, tim Bebas-Siti (Besti) melaju penuh tantangan menuju pelosok Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Tanpa lampu jalan dan tak ada tanda-tanda warung kecil di sepanjang jalan, perjalanan 11 jam sepanjang 150 kilometer dari pusat kota Polman ini dipenuhi ketegangan.

Senin, 28 Oktober 2024. Jalan berlumpur dan penuh bebatuan memaksa kendaraan terus bergetar, dengan jurang curam mengintai di sisi jalan. Di tengah perjalanan yang memacu adrenalin, setiap anggota Tim Besti tetap bersemangat, merapatkan tubuh di dalam hardtop besar yang dikemudikan Bebas Manggazali, Ketua IOF Sulbar sekaligus calon Bupati Polman nomor urut 2.

Bacaan Lainnya

Jam digital menunjukkan pukul 00.44 WITA saat mereka akhirnya tiba di Desa Bessoangin Utara. Sambutan yang tak terduga datang dari sekumpulan anak kecil yang riang berlari menghampiri kendaraan besar itu. Wajah mereka yang dipenuhi senyum dan tawa seolah menjadi obat bagi tim, menghilangkan lelah dan rasa letih yang mendera. Namun di balik keceriaan anak-anak itu, tersembunyi cerita pahit tentang kehidupan mereka sehari-hari.

Jalan menuju desa mereka masih jauh dari layak, seolah tak tersentuh pembangunan. Padahal, sudah 78 tahun Indonesia merdeka, namun jalan yang mereka tempuh masih berupa tanah dan bebatuan yang sulit dilewati.

“Biar pun naik motor, tetap saja harus susah payah. Terkadang motor mesti diangkat atau didorong karena terjebak di lumpur,” ujar Pian, seorang warga desa, dengan raut wajah yang menyiratkan kekesalan dan kekecewaan.

Tak hanya akses jalan, masalah lain yang lebih serius adalah keterbatasan akses kesehatan di Tutar. Warga yang jatuh sakit harus menempuh perjalanan panjang, bahkan dipikul dengan sarung dan berjalan kaki selama berjam-jam hanya untuk mencapai pusat kesehatan terdekat.

“Biasanya kita jalan kaki, menggendong mereka yang sakit. Pulang pergi bisa makan waktu dua jam,” lanjut Pian dengan nada berat. Keluhan ini sudah beberapa kali disampaikan kepada pemerintah setempat, tetapi tampaknya tak pernah mendapat tanggapan yang memadai. “Sudah pernah diajukan tapi seolah tak ada yang memperhatikan,” ujarnya lagi.

Perjalanan Tim Besti ke Tutar ini bukan hanya sekadar safari politik. Bebas Manggazali dan timnya datang dengan niat tulus untuk mendengarkan langsung keluhan warga, dan merencanakan perubahan. Kondisi yang mereka saksikan menggerakkan hati mereka untuk berjanji membawa perubahan konkret ke desa-desa yang masih tertinggal di Polman.

“Ini komitmen kami untuk memperbaiki infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Kami tidak akan masuk ke rumah jabatan jika tiga sektor ini belum terpenuhi,” tegas Bebas dengan nada penuh kepastian. Janji ini bukan hanya tentang kampanye, tapi tekad untuk mengakhiri isolasi yang dialami desa-desa ini.

Selain membangun infrastruktur jalan, Bebas dan tim Besti juga berkomitmen untuk memperbaiki Puskesmas Pembantu (Pustu) di desa-desa Tutar. Sarana dan prasarana yang memadai di puskesmas menjadi prioritas agar pelayanan kesehatan bisa menjangkau setiap warga tanpa harus menempuh perjalanan panjang yang berisiko.

“Pustu dan puskesmas perlu fasilitas yang lebih baik, agar tenaga medis bisa melayani masyarakat dengan maksimal,” ujar Bebas, menutup dengan tekad bulat. Ke depannya, Besti berkomitmen untuk memperkuat fasilitas kesehatan ini, mengakhiri keterasingan desa-desa yang terlupakan, dan membawa harapan baru bagi setiap warga Polman. (*)

 

Pos terkait