KPU Makassar Bantah Menyulitkan Pemilih dalam Sidang PHPU

Dede Arwinsyah (kiri) dari Bawaslu saat memberikan Keterangan pada persidangan Perkara Nomor 218/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Walikota Kota Makassar.

JAKARTA, KILASSULAWESI– Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar sebagai Termohon membantah menyulitkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya seperti yang didalilkan Pasangan Calon Nomor Urut 3, Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi A Uskara, dalam perkara Nomor 218/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Zahru Arqom, kuasa hukum Termohon, pada Selasa, 21 Januari 2025, menjelaskan bahwa penentuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) didasarkan pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Bacaan Lainnya

Zahru menyampaikan hal tersebut dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan perkara Nomor 218/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dilaksanakan Panel 3 dengan dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, bersama Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Lanjutnya, KPU Kota Makassar telah melaksanakan penyusunan TPS yang tahapannya dimulai dari penerimaan DP4, sinkronisasi oleh KPU, hingga pemetaan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Secara teknis, penentuan pemilih dan TPS didasarkan pada Kartu Keluarga (KK), karena pada saat pengukuran awal pemetaan TPS, ketentuannya tidak boleh menempatkan penduduk yang berada dalam satu KK di TPS yang berbeda. Sehingga basisnya adalah KK dan alamat rumah pemilih.

KPU Kota Makassar juga melaksanakan distribusi Formulir C-Pemberitahuan kepada pemilih lewat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Bahkan untuk Kecamatan Pulau Sangkarang yang merupakan daerah terjauh dan terluar di Kota Makassar, sudah distribusikan Formulir C Pemberitahuan tersebut kepada PPK pada 21 November 2024.

“Itu yang terjauh seperti itu sudah tersampaikan, sehingga tiga hari sebelum pencoblosan itu masih ada empat hari untuk memilih,” ujar Zahru di Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK, Jakarta.

Ia melanjutkan, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilihan wali kota (Pilwalkot) Kota Makassar sebesar 1.037.164 dengan tingkat partisipasi sebanyak 57 persen. Sedangkan tingkat partisipasi pada 2018 sebesar 58,98 persen dan 2020 sebesar 59,66 persen. Berdasarkan data tersebut, tidak banyak perubahan terkait tingkat partisipasi pemilih di Kota Makassar.

Meski terjadi penurunan tingkat partisipasi pemilih sekitar 2 persen, KPU Kota Makassar membantah dalil adanya upaya yang menyulitkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Termasuk menolak dalil bahwa penghambatan dilakukan untuk menguntungkan dan merugikan pasangan calon tertentu.

Pasangan Calon Nomor Urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika, sebagai Pihak Terkait membantah adanya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang mengarahkan pemilih. Kuasa hukum Pihak Terkait, Damang, menegaskan bahwa Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika tidak pernah merekrut tim pemenangan dari kalangan KPPS.

“Bahkan tidak ada jejak laporan maupun temuan bahwa anggota KPPS itu merupakan anggota tim sukses Pihak Terkait,” ujar Damang.

Adapun terkait pemetaan TPS, Pihak Terkait tidak memandangnya sebagai upaya KPU Kota Makassar dalam menghalangi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Sebab terdapat ruang untuk pemilih untuk mengoreksi lokasi TPS pada saat pemutakhiran data.

Kemudian, pemilih dapat meminta Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk memindah TPS-nya dekat dengan alamat domisili. Bahkan berdasarkan Surat Edaran 2734/PL.02.6-SD/06/2024 tentang Penjelasan Ketentuan dalam Pelaksanaan dan Pemungutan dan Penghitungan Suara, pemilih dapat menjadi Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dengan menggunakan KTP elektronik.

“Di hari H, ketika dia (pemilih) datang ke TPS dengan membawa KTP elektronik, dia bisa diberikan juga di hari itu C Pemberitahuan. Tanpa C Pemberitahuan pun bisa mencoblos, asal menggunakan identitas dengan domisili TPS-nya,” ujar Damang.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Makassar, Dede Arwinsyah, mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan laporan atau temuan dugaan pelanggaran yang mendalilkan Ketua KPPS menjadi tim pemenangan salah satu pasangan calon. Pihaknya juga tak menemukan laporan yang menyebut ketua KPPS mengarahkan pemilih untuk mencoblos pasangan calon tertentu.

Adapun kejadian yang terjadi di TPS 28 Kelurahan Batua, terdapat protes dari salah satu saksi pasangan calon yang melihat adanya anggota KPPS mengarahkan pemilih hingga bilik suara. Namun hal tersebut didasarkan surat pendampingan yang dikeluarkan Ketua KPPS.

“Pemilih yang kemudian didampingi itu adalah pemilih yang lanjut usia, yang tidak memiliki penglihatan yang jelas. Sehingga oleh KPPS di akhir perhitungan bersama dengan para saksi kemudian menganggap persoalan tersebut telah selesai, karena ada C Pendampingan yang telah dibuat oleh Termohon,” ujar Dede.

Sebagai informasi, Pemohon mendalilkan pelanggaran secara terstruktur dan sistematis yang menyulitkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum Wali Kota (Pilwalkot) Kota Makassar. Anomali ini ditandai dengan banyaknya pemilih dalam satu KK, tetapi memilih pada tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda-beda.

Di samping itu, Pemohon dalam permohonannya juga menyoroti dugaan manipulasi kehadiran pemilih secara terstruktur dan sistematis melalui tanda tangan fiktif di Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT). Manipulasi dilakukan dengan hadirnya “pemilih siluman” yang memberikan tanda tangan palsu di DHPT. Setidaknya, Pemohon melakukan pembandingan tanda tangan KTP dan DHPT di 32 kelurahan dan 15 kecamatan.(*)

Pos terkait