PAREPARE, KILASSULAWESI– Seniman tradisional kecapi asal Kota Parepare, Nurdin Syamsuddin, mengungkapkan rasa sedihnya atas kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesenian tradisional, khususnya kecapi.
Hal itu disampaikannya dalam agenda bincang sore yang dipandu oleh Adji Dullah dan U’wa Mono pada Jumat, 17 Januari 2025, di Warkop 588.
Pria yang akrab disapa Pak Uceng ini secara terbuka menyampaikan bahwa di Kota Parepare terdapat banyak sanggar, namun sebagian besar bukanlah sanggar kesenian.
” Kalau di Parepare itu banyak sanggar’a pella, tapi tidak ada sanggar kesenian. Beda dengan daerah lain,” ujar Pak Uceng.
Dalam dialog tersebut, Pak Uceng yang baru beberapa bulan mengakhiri masa pengabdiannya sebagai guru di salah satu sekolah di Parepare, sangat berharap adanya kepedulian dari pemerintah kota terhadap kesenian. “Kecapi Parepare sudah pernah tampil ke Jepang, Singapura, dan Malaysia. Bahkan pernah tampil di Istana Presiden dan Wakil Presiden di era SBY dan JK,” ungkapnya dengan bangga.
Pak Uceng juga menambahkan bahwa kecapi Parepare berpusat di wilayah Ajatappareng dan tidak di daerah lain. Keberadaan dan prestasi kecapi Parepare ini menunjukkan pentingnya perhatian lebih dari pemerintah untuk menjaga dan melestarikan kesenian tradisional ini.
Adji Dullah yang memimpin diskusi tersebut mengaku, kesenian kecapi adalah salah satu warisan budaya tradisional yang kaya akan nilai dan sejarah. Alat musik kecapi sendiri merupakan instrumen petik yang berasal dari Indonesia dan dikenal dengan suara merdunya. Kecapi sering digunakan dalam berbagai kesenian dan upacara adat di daerah-daerah.
Kecapi memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dengan jumlah senar yang bervariasi, biasanya antara 7 hingga 30 senar. Cara memainkan kecapi adalah dengan memetik senar-senar menggunakan jari, menciptakan melodi yang harmonis dan indah. Kecapi sering dimainkan bersama alat musik tradisional lainnya seperti suling, gamelan, atau angklung.
Dalam pertunjukan, kecapi tidak hanya berfungsi sebagai alat musik pengiring, tetapi juga sebagai alat musik utama yang menampilkan keahlian pemainnya dalam memetik dan menciptakan melodi. Kesenian kecapi juga sering diiringi oleh tarian dan nyanyian tradisional yang menambah kekayaan budaya dalam setiap penampilannya.
Seniman kecapi, seperti Nurdin Syamsuddin yang akrab disapa Pak Uceng, merupakan contoh bagaimana kecapi dapat menjadi jembatan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. ” Melalui kecapi, seniman seperti Pak Uceng telah tampil di berbagai negara, termasuk Jepang, Singapura, dan Malaysia, serta pernah tampil di Istana Presiden dan Wakil Presiden Indonesia,”bebernya.
Meskipun demikian, kecapi dan kesenian tradisional lainnya sering kali kurang mendapatkan perhatian dan dukungan yang cukup dari pemerintah maupun masyarakat. Dukungan dan perhatian yang lebih besar terhadap kesenian tradisional kecapi sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan pelestarian warisan budaya ini bagi generasi mendatang.(*)