Ketika Pejabat Publik Memblokir Wartawan: Sebuah Refleksi Ketidakpahaman

Ketua Umum PJI, Hartanto Boechori               

Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan memegang peran penting sebagai kontrol sosial. Mereka bertanya, mengonfirmasi, dan mengklarifikasi berbagai isu bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kepentingan publik.

Oleh: Hartanto Boechori                 (Ketua Umum PJI)

Bacaan Lainnya

Sayangnya, ada pejabat publik yang justru memilih langkah tidak bijak: memblokir nomor kontak wartawan ketika mendapat pertanyaan kritis.

Mengajukan pertanyaan adalah hak wartawan, bahkan merupakan kewajiban mereka dalam menggali kebenaran. Sepanjang dilakukan dengan santun dan mengedepankan fakta, pertanyaan tajam sekalipun tetap sah dalam koridor jurnalistik.

Wartawan bukan musuh, melainkan mitra transparansi

Pejabat publik seharusnya memahami bahwa menjawab pertanyaan bukanlah bentuk kemurahan hati, melainkan kewajiban yang melekat dalam jabatan yang mereka emban.

Ketika seorang pejabat memilih jalan pintas dengan memblokir komunikasi daripada menghadapi pertanyaan kritis, maka yang bersangkutan telah gagal memahami esensi jabatan publiknya. Tindakan seperti ini bukanlah strategi cerdas, melainkan cerminan kepanikan dan ketidakmampuan membangun dialog. Lebih jauh, hal ini mengkhianati semangat transparansi yang menjadi dasar demokrasi. Pejabat yang berpikir sempit akan melihat wartawan sebagai ancaman padahal seharusnya sebagai rekan dalam menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.

Jabatan publik bukanlah tameng dari kritik, tetapi amanah yang dibiayai oleh rakyat. Jika seorang pejabat tidak siap untuk ditanya dan dikritik, maka ia seharusnya berpikir ulang sebelum duduk di kursi yang dibayar oleh uang publik. Wartawan tidak bekerja untuk menyenangkan pejabat, tetapi untuk menyuarakan kepentingan masyarakat luas. Maka, jika seorang pejabat lebih memilih menghindar daripada menjawab, itu menandakan bahwa ia lebih nyaman dalam kegelapan daripada berada di bawah sorotan kebenaran.

Sebagai bagian dari komunitas pers, saya akan selalu membela wartawan yang menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan integritas. Wartawan boleh ditanya balik, didiskusikan, bahkan dikritik, tetapi tidak boleh dibungkam!

Namun demikian, saya juga mengingatkan rekan-rekan jurnalis untuk tetap menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan martabat. Ajukan pertanyaan yang tajam dan kritis, tetapi tetap dalam koridor etika dan kepentingan publik. Patuhi amanat UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan sopan santun karena wartawan yang profesional adalah wartawan yang tidak arogan.

Pernyataan ini saya harap menjadi catatan bagi publik dan juga peringatan bagi pejabat publik yang masih alergi terhadap transparansi. Demokrasi adalah tentang keterbukaan, bukan tentang menghindari pertanyaan.(*)

Pos terkait