KILASSULAWESI.COM, JAKARTA – Pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo, telah mengambil langkah kebijakan dengan mengembalikan ranah Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) dan Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam satu atap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Mantan Mendikbud, Muhadjir Effendy berharap Mendikbud yang baru dapat mengevaluasi berbagai program dan kebijakan yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya. “Silakan dilakukan evaluasi secara menyeluruh mana yang bisa dilanjutkan, tolong dilanjutkan. Tapi kalau ada yang sudah tidak relevan lagi silakan disesuaikan, direvisi atau dibuat program yang baru,” kata Muhadjir saat Serah Terima Jabatan Mendikbud, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, kemarin.
Muhadjir yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) menilai, pemilihan Nadiem sebagai Mendikbud tentu menjadi bagian dari strategi Jokowi dalam membangun sektor pendidikan nasional. “Presiden seperti manajer sepakbola. Ketika melihat kondisi lapangan dan menetapkan strategi, ditentukan siapa pemainnya. Perubahan strategi diikuti perubahan pemain. Saat harus bertahan, dipasanglah pemain-pemain bertahan. Harus menyerang yang disiapkan tim yang menyerang,” jelasnya.
Terlebih lagi, Muhadjir optimistis sosok Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sanggup menangani para rektor seluruh Indonesia. Menurutnya, Nadiem memiliki gaya kepemimpinan yang mampu merangkul para rektor yang usianya relatif jauh lebih senior ketimbang Nadiem sendiri. “Justru kan nanti kepemimpinan baru. Itu soal style saja, soal gaya kepemimpinan. Saya yakin bisa. Dia masih muda, cerdas, konglomerat. Jadi model untuk anak-anak zaman sekarang,” imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro berharap, transisi pemisahan pendidikan tinggi (Dikti) dari kementerian riset dan teknologi (Kemenristek), harus berjalan dengan mulus (smooth). “Transisi kembalinya dikti ke dikbud tentunya kita harapkan smooth,” kata Bambang.
Selain itu, dia juga tidak ingin pemisahan tersebut menciptakan dikotomi. Bambang menginginkan adanya ekositem yang membuat riset dengan orientasi pembangunan bisa berkembang di indonesia. “Nanti saya harus ketemu Pak Nadiem untuk bicara bagaimana transisi yang terbaik ya karena saya juga nggak mau kita nggak bekerja apa-apa karena sibuk dengan urusan administrasi birokrasi,” jelasnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim pun mengaku optimistis semua persoalan pendidikan bisa diselesaikan dengan gotong royong dan terus belajar. “Tantangan utamanya adalah besarnya skala pendidikan. Kami punya sistem empat pendidikan terbesar di dunia, 300 ribu sekolah, jumlah murid, jumlah guru dan jumlah pemerintah daerah. Semuanya tersebar di Kepulauan Indonesia,” katanya.
Nadiem menuturkan, dalam tantangan skala pendidikan sudah pasti peran teknologi akan terlibat. Bentuknya seperti apa, ia mengaku belum mengetahui karena yang terpenting saat ini dimulai, bukan aksi tetapi dari belajar terlebih dahulu dari semua stakeholder yang ada. “Langkah awal baiknya belajar terkait kondisi lapangan seperti apa, Bagaimana kondisi sekolah, kondisi murid itu seperti apa serta administrasi dan birokrasi seperti apa. Dari situ kami temukan solusi dari teknologi maupun non tekno yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan,” pungkasnya. (FIN/ade)