Beberapa pekan belakangan ini, khususnya media Juli – Agustus kita disuguhkan berbagai lompatan dan permainan politik yang mengasyikkan Fun Politics, yang sedikit membuat kita pangling. Kejadiannya terkadang di luar analisa berpikir kita yang cenderung lurus dan normatif. Katakanlah salah satu peristiwa politik yang cukup membuat banyak orang terkecoh adalah pemilihan atau suksesi Ketua Golkar Sulsel, partai politik yang cukup besar dan tertua di negeri ini.
Oleh: H Mappiar HS
Direktur PARE POS
Banyak yang tidak menyangka, Wali Kota Parepare yang tidak terlalu diunggulkan awalnya bisa menembus cakrawala elit partai kemudian terpilih secara aklamasi. Padahal mulanya, nama-nama yang cukup disegani dan punya nama besar dalam perpolitikan Sulsel mencuat dan menyatakan siap memimpin Golkar. Katakanlah Bupati Pangkep, H Syamsudin Hamid, Bupati Bone A Fashar Fajalangi, anggota DPR RI Supriansa dan Hamka B Kadi.
Awalnya semua berjalan layaknya pertarungan biasa. Namun ternyata semakin dekat konferensinya, semakin banyak akrobatik politik yang dimainkan para kandidat. Mulai dari isu adanya diskresi dari pengurus pusat untuk calon ketua hingga persyaratan 30 persen mengantongi dukungan dari pengurus daerah.
Dr HM Taufan Pawe yang juga Ketua Golkar Parepare, bahkan sama sekali belum memperlihatkan jurus ampuhnya. Bahkan cenderung tenggelam dengan adanya isu hingar bingar diskresi yang juga membuat sebagian pengurus Golkar kabupaten kota bimbang menjatuhkan dukungan. Isu-isu politik warkop baik yang ada di Makassar maupun di Parepare, kebanyakan mengandalkan Supriansa dan Hamka B Kadi untuk memenangkan pemilihan. Alasannya sangat sederhana, Supriansa pemegang diskresi dari Ketum Golkar, sedang Hamka B Kadi merupakan orang dekat mantan Ketua Golkar Sulsel HAM Nurdin Halid.
Namun sebuah tulisan opini dimuat HARIAN PAREPOS yang ditulis oleh wartawan senior H Ibrahim Manisi menghentak dan menyengat pembaca dan pengamat. Ketika itu ditulis, selangkah lagi Taufan Pawe memimpin Golkar Sulsel. Alasannya sangat sederhana, namun punya makna yang mendalam. TP, tulisnya susah dikalahkan bila mengikuti sebuah kompetisi apalagi sifatnya pertarungan. TP maksudnya Taufan Pawe, adalah petarung sejati dan komunikator yang andal.
Alasan lainnya, sebagai seorang pengacara senior yang disegani di negeri ini, TP terbiasa memenangkan pertarungan sulit, seperti dalam sidang-sidang di pengadilan. Membaca tulisan ini, banyak yang menjadikan bahan debat, khususnya di kafe dan warkop di Kota Parepare. Ada yang menganggap tulisan ini terlalu ‘mentah’ analisisnya, namun sebagian yang lain sudah mulai mempercayai.
Sebagai seorang yang sudah berkali kali pemimpin media, juga pernah menjadi pengurus Golkar bersama TP, saya juga yakin beliau akan mainkan seni politik tinggi. Walaupun juga masih ragu, apa iya bisa memenangkan pertarungan ini, apalagi konferensinya justru ditarik ke Jakarta. Soalnya semua yang dihadapi TP adalah kader terbaik Golkar dan punya reputasi tinggi.
Namun kata pakar, politik itu dinamis, tidak bisa lurus linier seperti yang ada dalam pemikiran kita. Politik dimainkan dengan penuh seni oleh orang orang hebat. Langkahnya tak terduga namun penuh perhitungan bagi yang memerankannya. Pukul 24.00 malam kala itu, grup WA saya bersama dengan Tim Redaksi Parepos masuk pesan bertalu talu. SELAMAT PAK TP TERPILIH AKLAMASI PIMPIN GOLKAR SULSEL.
Dalam benak saya sekilas terlintas antara tulisan Ibrahim Manisi, analisa pakar, obrolan Warkop, dan pendapat saya sendiri. Pak TP mainkan “Politik Kuda Catur,” susah diterka, dan jalannya zigzak. Hebat. Terpilihnya TP otomatis mengubah konstalasi perpolitikan di Sulsel. Bagaimanapun Golkar merupakan partai besar yang punya daun yang rindang, batang yang kuat dan kokoh, dan akar menancap jauh ke dalam hati masyarakat. Satu tiket untuk maju sebagai calon pemimpin Sulsel ke depan sudah di tangan TP. Tinggal menunggu sinyal dari seni politik yang akan dimainkan TP. (*)