KILASSULAWESI.COM,JAKARTA– Masyarakat perlu untuk mengetahui, bahwa vaksin merupakan produk biologis yang memiliki kerentanan pada perubahan suhu. Oleh karena itu umumnya vaksin perlu tersimpan pada suhu 2-8 derajat celcius, dan suhu ini harus terjaga dari pabrik sampai ke puskesmas. Proses menjaga suhu vaksin di kondisi ideal dari awal sampai akhir inilah yang disebut cold chain (rantai dingin). Dengan begitu masyarakat menjadi tahu bahwa vaksin terjaga kualitasnya sejak awal sampai ke pemberian vaksinasi.
dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Pakar Imunisasi menjelaskan, dari manapun asal vaksinnya itu nanti, akan melalui pabrik vaksin kita di PT Bio Farma. Mereka sudah mempunyai armada untuk menerima dan mendistribusikan vaksin. ” Jadi kita sudah punya depo-depo vaksin. Kemudian Provinsi sudah memiliki cold room, atau lemari penyimpanan khusus”, tuturnya di acara Keterangan Pers Juru Bicara Penangan
COVID -19 yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin 30 Nopember,lalu.
Indonesia telah memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam melaksanakan program vaksinasi. Proses distribusi vaksin di Indonesia bisa dilakukan dari Aceh sampai Papua dan sudah menggunakan sistem cold chain yang baik, hingga ke pelosok negeri. Lemari penyimpan berpendingin khusus yang ada di Provinsi, bisa menyimpan vaksin untuk jangka waktu 3-6 bulan dengan suhu terjaga di angka 2-8 derajat celcius. Pengiriman ini kemudian dilakukan secara bertahap ke level Kabupaten/Kota hingga ke rumah sakit dan puskesmas. Saat keluar dari cold room, vaksin pun harus cepat dimasukkan ke kotak sementara yang dirancang khusus untuk menjaga temperaturnya dalam perjalanan.
Mengingat vaksinasi harus dilakukan dengan teratur agar terjaga kualitasnya, lebih lanjut lagi dr. Elizabeth menerangkan, idealnya pemberian vaksin itu harus terjadwal, pada tanggal berapa, jam berapa, dan di mana lokasinya. Baik petugas yang memberi pelayanan maupun masyarakat harus tahu, sehingga pada waktunya nanti pemberi pelayanan dan yang dilayani bertemu dengan teratur. ” Dengan menyusun jadwal jauh-jauh hari sebelumnya, diharapkan proses pelayanan berlangsung dengan lebih cepat. Maksimum satu orang hanya memerlukan 10 menit untuk dilayani dari pendaftaran hingga vaksinasi”, tutur dr. Elizabeth.
Pada kesempatan yang sama Erlang Purbaya, Penyintas COVID-19 menjelaskan masyarakat jangan skeptis terhadap COVID-19 karena penyakit ini benar-benar menular dengan gejala yang sangat minim, sehingga tanpa sadar seseorang menjadi postif terjangkit COVID-19. Awal kecurigaan Erlang saat dirinya terjangkit COVID-19 karena merasakan indra penciumannya tidak berfungsi. “Gejala yang saya rasakan cuma kehilangan penciuman saja. Waktu itu juga saya daftar tes swab, hasilnya positif”, terang Erlang.
Sama seperti Erlang Purbaya, rekan kerjanya Erra Anggoro juga merasakan hal serupa. Namun selain kehilangan penciuman, ia juga merasakan sesak nafas hingga perlu diisolasi di Rumah Sakit Khusus Rujukan COVID-19 di Wisma Atlit, Jakarta Pusat. Erra pun berpesan kepada masyarakat lainnya agar tetap menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker dengan patuh agar terhindar dari COVID-19 yang berbahaya ini. “Untuk warga lainnya, belajar dari pengalaman saya dan Erra, tetaplah mematuhi protokol Kesehatan 3M. Kalau tidak perlu untuk ke luar dan hanya untuk nongkrong, lebih baik diam di rumah saja”, tutup Erlang.(*/ade)