KILASSULAWESI.COM,PAREPARE– Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat
telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh masyarakat untuk lebih waspada terhadap varian COVID-19 baru yang diberi nama B117. Varian ini muncul pertama kali di Inggris, kemudian menyebar ke sejumlah negara lain, termasuk negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Meskipun belum ada hasil penelitian
yang lebih pasti, para ahli mengungkapkan kemungkinan mutasi ini menjadi penyebab virus lebih mudah tersebar.
Pakar epidemiologi dan juga Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI),
Dr. dr. Hariadi Wibisono, MPH, menyampaikan bahwa menyoal mutasi virus, para virologi
di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, setiap hari memantau mutasi suatu virus. Setiap ada
virus baru, salah satunya COVID-19, pasti menjadi kajian yang masif diantara para virologi.
“Sampai saat ini, data per 28 januari 2021, para virologi dari berbagai laboratorium yang ada
di Indonesia belum melaporkan adanya mutasi virus yang baru. Varian virus COVID-19 yang
ditemukan di Indonesia masih tipe D614G dan tipe wuhan,” ujar Dr. Hariadi.
Lebih lanjut Dr. Hariadi juga menegaskan bahwa mutasi virus COVID-19 yang terjadi saat ini,
tidak ada hubungannya dengan vaksinasi. Terlebih di Indonesia menggunakan jenis vaksin
yang berasal dari virus yang dimatikan, jadi masyarakat tidak perlu khawatir akan hal tersebut.
“Artinya, jenis vaksin yang saat ini dipergunakan maupun yang nanti dipergunakan kepada
masyarakat luas, tetap akan memberikan manfaat imunitas bagi tubuh, terlepas virusnya lama atau baru,” ujar Dr. Hariadi.
Vaksinasi di Indonesia akan mencapai dampak optimal pada saat cakupannya 70% dari
jumlah populasi di Indonesia. Menurut pemerintah, hal itu membutuhkan waktu kira-kira 15
bulan. Sebelum hal itu terjadi, masyarakat belum bisa mendapatkan manfaat langsung dari vaksinasi. “Penting untuk kita pahami bahwa vaksin tidak akan menggantikan protokol
kesehatan. Vaksinasi akan berjalan bersama-sama dengan protokol kesehatan. Meskipun
nanti sudah divaksinasi, tetap menjalankan protokol kesehatan. Dan protokol kesehatan itu
hanya bisa sukses kalau seluruh anggota masyarakat sadar dan berpartisipasi aktif,” ujar Dr.
Hariadi.
Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama hampir setahun di Indonesia telah
mengakibatkan masyarakat jenuh, capek, dan bosan tinggal di rumah, sehingga banyak yang saat ini merasa terkekang dan tidak lagi mematuhi peraturan protokol kesehatan. “Masyarakat
merasa bahwa mereka harus tinggal di rumah karena dipaksa, sehingga banyak yang merasa
terkekang dan akhirnya tidak lagi mematuhi protokol kesehatan,” kata Dr. Hariadi. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa pola pikir seperti itu mesti diubah. “Kita mesti ingat bahwa memilih tinggal di rumah itu bukan karena kita dipaksa dan bukan hanya untuk
kebaikan diri kita. Kita mesti menyadari bahwa ketika kita keluar rumah, kita tidak
membahayakan teman kita yang di kantor, atau teman kita yang makan dan kumpul barengbareng dengan kita. Justru kita membahayakan nyawa orang yang selama ini paling dekat dengan kita dan paling rawan terpapar COVID-19, misalnya orang tua dan anak kita, ketika kita pulang ke rumah. Oleh sebab itu, tinggal di rumah seharusnya bukan lagi menjadi suatu keterpaksaan, tetapi sudah menjadi kewajiban untuk melindungi keluarga terdekat kita,” tutup beliau. (*/ade)