PAREPARE– Wakil Ketua DPRD Kota Parepare, Muhammad Yusuf Lapanna, melontarkan kritik tajam terhadap Pemerintah Kota yang dinilai lalai dalam memulai pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026.
Hingga awal November, dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) belum juga diserahkan ke DPRD. “Bukan hanya pembahasan APBD yang belum jalan, KUA-PPAS-nya saja belum kami terima. Padahal itu dokumen dasar yang wajib dibahas bersama DPRD sebelum masuk ke Rancangan APBD. Kabarnya baru mau diserahkan besok,” ujar Yusuf, Senin, 3 November 2025 saat ditemui Kilassulawesi.com di ruang kerjanya.
Yusuf mengungkapkan bahwa tahapan penyerahan KUA-PPAS harus telah disampaikan sejak Juni dan seharusnya sudah ditindaklanjuti paling lambat Agustus. Namun, hingga kini belum ada progres nyata dari pihak eksekutif. “Kami sudah menyurati secara resmi, bahkan menyampaikan langsung dalam forum evaluasi APBD Perubahan. Tapi tetap tidak ada tindak lanjut. Ini mengganggu tahapan,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa sesuai Pasal 312 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah wajib menyampaikan Rancangan Perda APBD paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran berjalan. Jika tidak disahkan hingga 30 November, pemerintah daerah bisa dikenai sanksi administratif berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH). “Kalau lewat 30 November belum ketuk palu, konsekuensinya jelas. Ini bukan sekadar teknis, tapi menyangkut pelayanan publik dan keberlangsungan program daerah,” jelas Yusuf.
Lebih jauh, Yusuf menyoroti buruknya komunikasi antara eksekutif dan legislatif. Ia menyebut Wali Kota tidak pernah menyampaikan secara terbuka kondisi fiskal daerah, sehingga DPRD kesulitan merumuskan prioritas anggaran secara kolektif. “Kami tidak pernah diajak duduk bersama untuk membahas kondisi keuangan daerah. Padahal penyusunan anggaran seharusnya melibatkan pimpinan DPRD secara aktif,” ungkapnya.
Yusuf berharap Wali Kota segera memperbaiki pola komunikasi dan mempercepat penyerahan dokumen KUA-PPAS agar pembahasan APBD 2026 bisa dimulai sesuai ketentuan. “Ini menyangkut kepentingan masyarakat luas. Jangan sampai karena kelalaian administratif, pelayanan publik jadi terganggu,” pungkasnya.
Saat ditanya soal minimnya komunikasi, Yusuf mengaku bingung. “Kami juga bertanya-tanya, kenapa Pak Wali tidak mau berkomunikasi dengan DPRD. Saya satu periode bersama beliau, bahkan ada hubungan keluarga. Teman-teman lain juga sudah dua periode bersama, mestinya komunikasi makin lancar,” ujarnya.
Ia menyebut selama menjabat sebagai Wali Kota, hampir tidak pernah ada inisiatif komunikasi dari eksekutif ke legislatif. “Saya tidak pernah ditelepon, kecuali saya yang menghubungi. Pak Ketua DPRD pun belum pernah dihubungi langsung oleh beliau. Jadi kami bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?” tuturnya.
Yusuf menegaskan bahwa komunikasi yang sehat adalah fondasi kerja sama antara eksekutif dan legislatif, terutama dalam penyusunan anggaran yang menyangkut kepentingan publik. “Ini bukan soal pribadi, tapi soal tanggung jawab publik,” tutupnya.(*)





