Aliansi Jurnalis Parepare Tolak Revisi UU Penyiaran, Ketua DPRD: Aspirasi akan Saya Bawa Sendiri ke DPR RI

Ketua DPRD Parepare saat menerima aspirasi penolakan UU Penyiaran dari koordinator Aliansi Jurnalis Kota Parepare

PAREPARE, KILASSULAWESI– Aliansi Jurnalis Kota Parepare menyuarakan menolak Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasalnya, revisi tersebut lantaran dianggap kontroversial mengancam kebebasan pers, demokrasi, dan HAM di Indonesia.

Bahkan, revisi UU Penyiaran dinilai bertolak belakang dengan semangat reformasi dan demokrasi yang diperjuangkan selama ini. Jika RUU Penyiaran disahkan, maka nantinya dapat dijadikan sebagai alat untuk mengontrol, membungkam, dan menghambat kerja-kerja jurnalistik.

Bacaan Lainnya

Hal itu disampaikan saat penyampaian aspirasi melalui akai damai puluhan jurnalis dipelataran Kantor DPRD Kota Parepare, Kamis, 30 Mei 2024. Dalam orasinya, para jurnalis tegas menolak RUU Penyiaran karena akan mengancam kebebasan pers, terutama tentang pasal pelarangan jurnalisme investigasi.

“Kami Aliansi Jurnalis Parepare menyatakan menolak RUU Penyiaran, karena itu mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Terutama pasal pelarangan jurnalisme investigasi, padahal faktanya banyak kejahatan terbongkar karena jurnalisme investigasi,” tegas salah satu perwakilan jurnalis dalam orasinya.

Mereka mengungkapkan, pentingnya penolakan RUU Penyiaran ini bukan hanya untuk jurnalis atau media, tapi juga bagi masyarakat luas terkait haknya untuk mendapatkan informasi yang benar berdasarkan fakta.  “Terlebih lagi Komisi I DPR RI membahas RUU ini tanpa melibatkan organisasi pers dan masyarakat sipil, itu ada apa. Ini sama saja dengan kemunduran demokrasi, membungkam pers dengan memaksakan kehadiran UU Penyiaran,” ungkap jurnalis.

Bentuk aksi penolakan juga dilakukan jurnalis dengan berjalan mundur memasuki area Gedung DPRD Parepare, sebagai pertanda mundurnya demokrasi dengan RUU Penyiaran tersebut. Aspirasi para jurnalis diterima langsung Ketua DPRD Parepare, Kaharuddin Kadir. Kaharuddin pun tegas menyatakan mendukung sepenuhnya aksi jurnalis yang menolak RUU Penyiaran.

Bahkan, Kaharuddin berjanji akan membawa langsung aspirasi jurnalis ke DPR RI, menghadap ke komisi terkait untuk menunjukkan keseriusan DPRD Parepare dalam memperjuangkan dan mengawal aspirasi para jurnalis. “Kami atas nama Pimpinan DPRD mewakili DPRD Parepare mendukung sepenuhnya aspirasi penolakan RUU Penyiaran ini. Kebebasan pers tidak boleh dibatasi, karena itu kebebasan pers khususnya dalam investigasi harus diberi ruang seluas-luasnya agar masyarakat mendapatkan informasi sebenar-benarnya berdasarkan fakta. Kami siap membawa langsung aspirasi ini ke DPR RI, dan menghadap langsung ke komisi terkait,”ujar Ketua Harian DPD II Golkar Kota Parepare tersebut.

Dalam kesempatan itu, para jurnalis kompak menandatangani petisi menolak RUU Penyiaran, dan menyerahkan ke Ketua DPRD sebagai pertanda aspirasi untuk dibawa ke tingkat pusat.  RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini menjadi sorotan. Draf revisi Undang-Undang Penyiaran yang terbaru tersebut kontroversial karena dianggap akan mengancam kebebasan pers, membatasi informasi publik, hingga membatasi keberagaman konten di ruang digital.

Sepwrti diketahui, rancangan yang berjumlahkan 11 Bab dan 32 Pasal itu, dinilai masih belum matang dan perlu diharmonisasi dengan aturan yang mengikat lainnya. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah pada BAB V soal Mekanisme Peliputan Rapat Pasal 14 yang berbunyi “Wartawan dapat memperoleh hasil rapat yang diperuntukan khusus bagi wartawan yang disediakan oleh pasangan kerja atau undangan. Pasal 16 yang bunyinya “Saat rapat tertutup berakhir, wartawan dapat memperoleh hasil rapat yang disampaikan oleh ketua rapat”.

Selain itu, khusus Pasal 42 dan Pasal 50 B ayat 2e bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Poin pelarangan ini tumpang tindih dengan Pasal 4q UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal yang lahir pascareformasi ini menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang untuk tindakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan karya jurnalistik, termasuk liputan jurnalisme investigasi.(*)

Pos terkait