Mahkamah Konstitusi Perintahkan PSU di Kalimantan Timur

Hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani
JAKARTA, KILASSULAWESI–Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 147 Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini diucapkan ketua MK Suhartoyo dalam mengabulkan permohonan dari Partai Demokrat yang mendalilkan adanya penambahan suara Partai Amanat Nasional (PAN).“Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sepanjang Daerah Pemilihan Kalimantan Timur harus dilakukan penghitungan ulang surat suara,” kata Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2024.

Hakim Arsul Sani menjelaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa Mahkamah terlebih dahulu melakukan pemilihan secara acak berupa uji petik atas beberapa TPS yang didalilkan Demokrat telah terjadi penambahan perolehan suara PAN dan pengurangan perolehan suara Partai Demokrat.

Bacaan Lainnya

Uji petik tersebut adalah dengan menyandingkan bukti-bukti yang disampaikan ke Mahkamah berupa Formulir Model C.Hasil dengan Formulir Model D.Hasil, baik yang diajukan oleh Demokrat, KPU, PAN, maupun yang diajukan oleh Bawaslu.

“Bahwa dari hasil pencermatan dengan saksama bukti-bukti yang berkaitan dengan 147 TPS dari Pemohon, Termohon dan Bawaslu tersebut, menurut Mahkamah, memang terdapat beberapa ketidakkonsistenan perolehan suara PAN dan Partai Demokrat sebagaimana yang telah Mahkamah uraikan di atas,” jelas Arsul.

Dengan ketidakkonsistenan perolehan suara tersebut, lanjutnya, menyebabkan banyak terjadi selisih atau koreksi perolehan suara yang tidak dapat dijelaskan oleh KPU berkenaan dengan perbedaan perolehan suara tersebut.

Arsul menambahkan, dalam hal perubahan perolehan suara tersebut terjadi karena koreksi atau pembetulan yang dilakukan secara berjenjang, hal tersebut harus dapat dibuktikan telah dilakukan sesuai dengan proses yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

“Adalah benar terdapat bukti bahwa dalam beberapa formulir yang diserahkan oleh Demokrat, KPU dan Bawaslu terdapat tanda tangan dari saksi-saksi partai politik atas perolehan suara di beberapa TPS yang berada di 147 TPS tersebut, namun dalam persidangan terungkap fakta, tanda tangan tersebut dibubuhkan saksi partai politik karena ancaman dari penyelenggara,” jelas Arsul.

Berdasarkan fakta hukum di atas, menurut Mahkamah telah terjadi permasalahan pada saat rekapitulasi penghitungan perolehan suara di TPS-TPS yang diuraikan di atas.

“Dengan fakta tersebut, sulit bagi Mahkamah untuk menentukan perolehan suara yang benar pada TPS-TPS yang didalilkan oleh Pemohon. Fakta tersebut sekaligus menimbulkan keraguan perihal kebenaran perolehan suara pada masing-masing TPS dimaksud,” kata Arsul.(*)

Pos terkait