KILASSULAWESI.COM, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presden Maruf Amin periode 2019-2024 harus membenahi pekerjaaan rumah (PR) yang menumpuk. Salah satunya, memangkas regulasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiyono mengatakan, masih belum adanya sinkronisasi dalam aturan turunan. Dia mencontohkan, kebijakan insentif fiskal melalui tax allowance dan tax holiday yang dinilai belum masif dilaksanakan lantaran ada regulasi yang masih menghambat. “Pemerintah harus lebih banyak turun ke lapngan untuk melihat apa yang menjadi kendala diatasi sehingga bisa sinkron,” ujarnya kemarin.
Dia juga meminta Jokowi untuk membangun selaras antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, sehingga iklim investasi menjadi positif. “Jangan sampai menghambat, terutama izin amdal, air, tenaga kerja dan kenaikan upah setiap tahun. Itu perlu harmonisasi lagi,” kata dia.
Tak kalah penting, kabinet baru Jokowi meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sejakan dengan industri 4.0. Dengan demikian, produk yang dihasilkan bernilai tambah. Senada dengan Fajar, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi), Adhi S Lukman mengatakan, pemerintah harus lebih mensikroniasi kebijakan lintas kementerian/lembaga terutama untuk pekerbangan industri makanan dan minuman (mamin). “Mamin dalam lima tahun ini cukup baik sebab berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi. Tetapi, perkiraan saya di atas 10-11 persen. Saya melihat banyak kendala, termasuk sinkronisasi regulasi,” ujar dia.
Sementara Ketua Umum The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA, Silmy Karim mengatakan, sektor manufaktur masih melemah, hal itu karena belum optimalnya implementasi kebijakan. “Kebijakan rasanya sudah cukup, tetapi implementasi perlu mendapatkan perhatian,” ujar Silmy.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan perkembangan manufaktur sudah lebih baik, hanya saja implementasinya belum optimal. “Menurut saya level eksekusi di bawah belum jalan. Seharusnya, dari atas hingga bawah kebijakannya sama,” kata Ade. Terpisah, Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai untuk mendorong investasi dengan mengeluarkan kebijkana Omnibus Law terkait perizinan ketenagakerjaan dan pajak. “Saya kira dengan Omnibus law ini sebagian hambatan investasi akan teratasi,” pungkas Piter.(FIN)