KILASSULAWESI.COM, SIDRAP– Pemerintah Arab Saudi telah mengizinkan warga negara Indonesia untuk melaksanakan umrah. Dengan berbagai persyaratan. Selain beberapa persyaratan dari Arab Saudi, ada pula kebijakan tambahan dari dalam negeri. Termasuk soal tarif travel. Jika sebelum pandemik Covid-19 biaya umrah hanya Rp 20 jutaan, saat ini meningkat drastis. Bila berangkat dari Makassar misalnya. Travel Haji dan Umrah An-Nur mematok biaya Rp 37,5 juta.
Direktur Utama An-Nur, H Bunyamin M Yapid, pihaknya memasang tarif standar sebesar Rp30 juta untuk paket 12 hari. Tarif itu untuk jemaah yang berangkat dari Jakarta. “Rp30 juta yang berangkat dari Jakarta. Kalau berangkatnya di Makassar, tarifnya Rp37,5 juta. Itu sudah termasuk asuransi dan PCR. Kalau dulu (sebelum COVID-19) dengan uang sebesar itu sudah VVIP. Kalau standar berkisar Ro 20 juta-an,” ungkapnya, Selasa, 3 November, kemarin.
Bunyamin menilai kenaikan tarif wajar. Apalagi Pemerintah Arab Saudi juga menaikkan tarif pajak 15 persen. Selain itu, komposisi biaya juga bertambah. “Dulu pajak 10 persen. Sekarangm hotel-hotel ekonomi juga penuh. Sehingga kita booking hotel berbintang lima. Ditambah lagi biaya Polymerase Chain Reaction (PCR). Terus di hotel, yang dulunya sekamar berempat sekarang harus sekamar berdua karena psychal distancing. Biaya bus juga mahal di Arab Saudi karena dua kali angkut. Sebab penumpang dibatasi. Itu semua yang membuat biaya mahal,” katanya.
Ia mengaku pemberangkatan perdana ke Arab Saudi, Minggu 1 November lalu. Pihaknya memboyong 13 jemaah. Selanjutnya ada gelombang kedua. “Kita bakal membuka lima gelombang,” ujarnya. Jemaah umrah yang diberangkatkan dari Jakarta, Aceh, Surabaya, dan Makassar tiga orang. Mereka bergabung dengan 185 jemaah dari travel lain. Terkait mekanisme protokol kesehatan COVID-19, ia mengaku jemaahnya sudah siap. “Kita sudah pastikan semua calon jemaah negatif setelah di tes PCR. Sebelum berangkat pada H-2 kan harus PCR di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Juga dikarantina di sana selama satu hari untuk perbaikan imun,” ungkapnya.
Dia membeberkan, kuota jemaah umrah untuk Indonesia hanya berkisar 1.000 orang per hari. Travel miliknya hanya memiliki 50 kuota per pemberangkatan.
“Semua serba dibatasi. Bahkan usianya pun saat ini dibatasi. Jemaah yang dibolehkan pergi ke tanah suci hanya berusia 18 sampai 50 tahun,” ungkapnya.
Sementara Kepala Kemenag Sidrap, H Irman mengimbau kepada calon jemaah umrah agar mematuhi protokol kesehatan.
“Pelaksanaan umrah kali ini berbeda dari tahun sebelumnya. Karena sekarang pandemik COVID-19, semua akan berubah,” katanya.
Sebelumnya, Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Oman Fathurahman, mengatakan KMA No. 719 Tahun 2020 ini ditandatangani Menag Fachrul Razi setelah dibahas bersama dengan stakeholder. Salah satu isinya, usia sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi minimal 18 dan masksimal 50 tahun.
“Regulasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi sudah siap. Substansi kebijakannya sudah dibicarakan juga dengan Komisi VIII. Sesuai arahan Menag Fachrul Razi, regulasi ini kemudian dibahas dengan para pihak terkait, termasuk Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah atau PPIU, serta Kementerian dan Lembaga terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, dan pihak penerbangan,” terang Oman di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Alhamdulillah jemaah Indonesia termasuk yang diizinkan berangkat umrah. Semua pihak harus memahani regulasinya,” lanjutnya.
Menurut Oman, KMA berisi pedoman penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah di masa pandemi. Semangat dari regulasi tersebut adalah kehadiran negara dalam memberikan perlindungan jemaah umrah sesuai amanat UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. “Kita harus beri perlindungan, baik sebagai warga negara, terutama dalam konteks pandemi, perlindungan keamanan jiwa dan keselamatan. Itu semangatnya,” ujarnya.
Oman memastikan KMA disusun dengan merujuk pada seluruh ketentuan yang diterbitkan oleh Arab Saudi. Namun, ada penambahan aturan yang disesuaikan dengan masukan dari berbagai Kementerian, khususnya Kemenkes. “Misalnya, kita masukkan syarat tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbid. Ini sudah menjadi ketentuan Kemenkes,” tuturnya.
“Ada juga ketentuan terkait karantina. PPIU harus memfasilitasi karantina jemaah, baik ketika di Saudi dan ketika pulang. Kita punya ketentuan, bahwa orang yang pulang dari luar negeri, tidak hanya jemaah umrah saja, harus menjalani karantina,” sambungnya.
Oman menambahkan, regulasi tidak hanya mengatur jemaah yang tertunda keberangkatannya sejak 27 Februari karena pandemi. Selain itu, regulasi juga mengatur masyarakat yang baru akan mendaftar dan ingin beribadah umrah di masa pandemi.
Untuk jemaah yang tertunda keberangkatannya, mereka diberi pilihan, berangkat dengan protokol kesehatan yang berlaku atau akan menjadwal ulang menunggu sampai pandemi reda. Selain itu, jemaah juga diberi pilihan untuk membatalkan rencana umrahnya dan menarik biaya yang sudah dibayarkan. “Tentu setelah dikurangi biaya yang terlanjur dibayarkan oleh PPIU kepada penyedia layanan sebelum terjadinya pandemi dan itu harus dibuktikan dengan bukti pembayaran yang sah. PPIU wajib mengembalikan biaya paket layanan kepada Jemaah tersebut setelah penyedia layanan mengembalikan biaya layanan yang telah dibayarkan kepada PPIU,” urainya. (*/tim)