KILASSULAWESI.COM,PAREPARE – Namanya Pujiman. Ia adalah awak mobil tangki (AMT) Pertamina di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Parepare. Rabu 14 Oktober, duduk di sebuah warung di sekitar tempatnya bekerja. Menikmati secangkir kopi. Pria yang berusia hampir 40 tahun ini mengenakan baju hijau dominan, berpadu biru langit. Ada tulisan Elnusa Petrofin, anak perusahaan Pertamina yang mengurusi awak mobil tangki untuk melayani dan menyalurkan BBM.
Peran Pujiman sangat menentukan. Dalam pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di sebagian daerah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar). Yang merupakan wilayah penyaluran TBBM Parepare. Yaitu Parepare, Pinrang, Barru, Sidrap, Enrekang, Wajo, Bone, Soppeng, Toraja dan Toraja Utara. Juga di daerah Sulbar, yaitu Kabupaten Mamasa, Polman, Mamuju, Majene dan Mamuju Tengah.
Makanya Pujiman harus selalu menjaga imun. Agar fit saat berada di belakang setir mobil tangki dalam menyalurkan BBM ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Bayangkan, ia kadang harus mengantarkan BBM ke pelosok Mamuju, yaitu Desa Tarailu. Jaraknya dari TBBM Parepare 300 kilometer (km) lebih.
Tapi menempuh jarak sejauh itu tak sendiri. Ia yang sudah 14 tahun bekerja sebagai sopir tangki dibantu sopir cadangan. “Kita bergantian setiap empat jam,” ungkap Pujiman.
Namun kalau jarak tempuh di bawah 100 kilometer cukup dengan kernet saja. “Tapi kernet juga keahliannya sama sebagai sopir. Hanya beda nama,” tandas Pujiman. Pengalaman Pujiman terbilang mumpuni. Di urusan pengangkutan BBM. Mulai dari mobil tangki ukuran 8.000 liter, 16.000 liter sampai 24.000 liter. “Ada berkah tersendiri dengan mobil tangki besar. Kadang pengelola SPBU memberi bonus. Istilahnya uang terima kasih. Ala kadarnya, namun sangat saya syukuri,” ujarnya.
Ia tersenyum. Pujiman menyebutnya berkah. Sebab gaji yang diterimanya sudah sangat cukup. “Bekerja di Elnusa gaji hampir lima juta rupiah. Ada juga jaminan kesehatan istri, anak, uang makan, dan lainnya. Istilah kami sesama sopir tangki, hanya nyawa yang tak ditanggung,” jelasnya.Ayah tiga anak ini memang patut bersyukur. Sebab gaji yang diterimanya jauh di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Selatan 2020 sebesar Rp3.103.800. Apalagi dalam beraktivitas, Pujiman mengaku lega.
Sebab di perjalanan dipantau dengan aplikasi pelacak lokasi (GPS). Teknologi ini mulai aktif sejak meninggalkan TBBM Parepare menuju SPBU di wilayah Sulselbar. “Aplikasinya di PT Elnusa Petrofin dan pengelola SPBU. Mereka saling terhubung. Begitu keluar pintu terminal Pertamina, pengelola SPBU sudah tahu,” tambahnya. Misalnya, kata Pujiman, mobil mengangkut jenis minyak dan jumlahnya. “Titik-titik perjalanan juga terpantau. Di mana dan berapa kali singgah, semua terpantau,” terangnya.
Aplikasi itu sangat membantu. Sebab setiap kendala yang dihadapi di perjalanan bisa diketahui. Aplikasi ini juga melacak kecepatan mobil. Begitu tak sesuai standar operasional prosedur (SOP) langsung diberi peringatan. “Batas kecepatan maksimalnya 60 kilometer/jam. Jika lewat disebut overspeed. Artinya pelanggaran. Sanksi pun menanti. Tingkatannya, teguran dan skorsing. Ini baik sebagai efek jera,” kata Pujiman.
Lalu bagaimana ia bekerja, berinteraksi dengan orang luar di tengah ancaman Covid-19? Apakah jam kerja dibatasi dan upah terpotong? “Kita terdampak. Mobilitas warga yang berkurang, sehingga penggunaan bahan bakar ikut mengalami pengurangan. Awal-awal wabah, sehari jumlah armada yang beroperasi hanya setengahnya. Banyak sopir yang off sementara. Tapi itu kita maklumi,” ungkapnya.
Tapi, katanya, upah tetap utuh. Tidak berkurang sedikit pun. Dikatakan, saat ini, saat kebijakan normal baru, penyaluran BBM kembali normal. Seperti sebelum Covid-19. “Namun dengan protokol kesehatan. “Suhu tubuh diperiksa, jaga jarak, wajib masker dan rapid test. Sangat ketat,” imbuhnya.
Itu dibenarkan Taufiq Kurniawan, Senior Supervisor Communication and Relation Pertamina Marketing Operation Region VII. Menurutnya, AMT sangat rentan karena berhubungan dengan orang luar. Makanya, Pertamina memfasilitasi dengan hand sanitizer, masker kain, extra foodding untuk menjaga imun, dan rapid test secara berkala, setiap dua minggu. “AMT salah satu penentu kelangsungan bisnis kita. Setiap pos masuk ada petugas fit work. Awak mobil akan diperiksa tensi, kadar gula darah, dan lainnya. Walaupun sebelum berangkat sudah dijamin fit,” jelasnya.
Taufik Kurniawan mengungkapkan, ketika ada AMT tidak fit, diperbolehkan untuk pulang beristirahat. “Misalnya discreening suhu tubuhnya lebih dari 36,7 derajat celsius, maka diminta pulang. Ini sesuai anjuran kemenkes dan WHO,” katanya. Protokol kesehatan juga diterapkan. Selama di dalam TBBM. Taufik Kurniawan mengaku menerapkan kebijakan untuk jaga jarak, ventilasi bagus, durasi pertemuan yang melibatkan banyak orang dibatasi. “Alhamdulillah belum ada ditemukan pekerja yang reaktif. Sehingga pelayanan memenuhi kebutuhan energi masyarakat lancar,” pungkasnya. (*/ade)