PAREPARE, KILASSULAWESI– Ribuan warga masyarakat yang tinggal disepanjang pesisir pantai Cempae, Kelurahan Wattang Soreang, Kecamatan Soreang mulai resah. Konon kabarnya, pemerintah kota mulai berencana melakukan penggusuran di area lahan hasil dari proyek reklamasi sekitar kurang lebih puluhan hektare yang diklaim masih merupakan milik negara.
Sedangkan, disisi lain sebahagian besar warga telah memiliki bukti kepemilikan sertifikat hak guna bangunan (HGB) bahkan ada IMB yang bisa terbit. “Yang reklamasi dan jadi daratan itu adalah jalan raya, sedangkan lainnya itu adalah tanah tumbuh. Dan itu dibuktikan dengan adanya sertifikat dimiliki warga,”ujar Ketua Gempar Kota Parepare, H Makmur Raona.
Makmur pun menyikapi mulai mengemukanya rencana penggusuran warga di sepanjang pesisir Pantai Cempae, Soreang. Dan warga pun siap mengikuti proses hingga ke ranah hukum.
Persoalan penggusuran itu, kata Makmur Raona, kerap mencuat jelang pelaksanakan Pemilu. “Memang lucu, soal gusur menggusur ini akan ramai kalau mau pemilu. Jangan sampai, ini adalah bentuk bargening politik. Karena selama ini adem-adem saja,”ujarnya.
Walau pun warga memiliki sertifikat, lanjut Makmur, penarikan pajak bumi bangunan oleh pemerintah kota terkait kepemilikan lahan reklamasi tidak dilakukan. ” Jadi solusinya berada di tangan pengadilan, biar palu hukum yang menentukan,” tegas pria berlatar belakang pengacara tersebut.
Terpisah, Kabid Aset Badan Keuangan Daerah, Mursalim menuturkan, lahan reklamasi ini sudah masuk dalam pengawasan KPK. Aset pemerintah yang berada di sepanjang pesisisr Pantai Cempae, tepatnya di Jalan Petta Unga, Kecamatan Soreang.
” Aset itu mulai dari jembatan TBBM Pertamina, hingga ujung jalan Petta Unga. Luasnya sekitar 13 hektare,” ungkapnya, Jumat 19 Mei 2023.
Terkait munculnya sertifikat, karena adanya pihak ketiga yang menerbitkan alas hak. Sehingga Pemkot Parepare saat ini secara bertahap akan menggugat hak kepemilikan warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
” Ada sekitar 100 sertifikat ditarik dari BPN, karena dianggap bermasalah. Kasus ini rencananya akan di PTUN secara bertahap,”tutupnya. Dari pantauan lokasi yang diklaim merupakan milik negara itu, selain menjadi tempat tinggal warga, juga dijadikan area usaha perdagangan kuliner. Bahkan ada lahan yang dipersewakan.(*)