KILASSULAWESI.COM, PINRANG — Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) merupakan limbah yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah medis salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang ada di Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Adapun limbah yang dihasilkan berupa tempat bekas rendaman darah (sarung tangan, kain kasa, dan lain-lain. Limbah tersebut nantinya akan dilakukan pengelolaan untuk menghindari pencemaran lingkungan. Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Kesehatan Olahraga (Kesling Kesjaor) Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang, Amrullah menjelaskan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah turun ke Puskesmas untuk melakukan pemantauan.
Dan Dinas Kesehatan (Dinkes) memfasilitasi puskesmas dalam bekerjasama dengan pihak ketiga selaku perusahaan pengangkut (PT Topabbiring, Pangkep). “Limbah di Puskesmas sudah dipihak ketigakan. Nanti pihak ketiga mengangkut langsung limbah tersebut ke lokasi pemusnahan dalam hal ini DLH Provinsi. Jadi, ada kerjasama triparti antara penghasil limbah, pengangkut, dan pemusnah,” jelasnya, Jumat 11 Desember.
Untuk jadwal pengangkutannya, kata Amrullah, Puskesmas sendiri yang koordinasi dengan pihak pengangkut. “Sebanyak 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten Pinrang, semuanya langsung berhubungan dengan pihak pengangkut untuk jadwal pengangkutan,” katanya. Terpisah, Kasi Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) DLH Kabupaten Pinrang, La Ode Karman mengatakan, ada beberapa kategori dalam pengelolaan yaitu pengangkutan, penyimpanan sementara, pemanfaatan dan pengolahan.
Jadi, limbah medis B3 harus disimpan sementara sebelum dilakukan pengangkutan oleh pihak ketiga yang berizin. “Limbah harus disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3. Jika memang tidak mampu dimanfaatkan, maka limbah tersebut harus disimpan di TPS, berdasarkan pada PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3. Selepas itu, baru diserahkan pada pihak ketiga (pengangkut),”kata La Ode.
La Ode menambahkan, terkait pengelolaan limbah, baik menyimpan sementara maupun pengangkutan semua harus berizin. “Untuk izin pengangkutan limbah itu langsung dari pusat. Sementara DLH Kabupaten/Kota hanya diberi kewenangan mengeluarkan rekomendasi untuk izin dalam melakukan peyimpanan (limbah) sementara,” pungkasnya. Intinya, penghasil limbah bertanggung jawab sejak Limbah B3 dihasilkan sampai dimusnahkan (from cradle to grave), dengan melakukan pengelolaan secara internal dengan benar dan memastikan pihak ketiga pengelola Limbah B3 yang memenuhi regulasi dan kompeten. (dar/B)