PAREPARE, KILASSULAWESI –Yayasan Pendampingan Kesehatan Terpadu (PKT) Kota Parepare menyoroti kasus penyakit infeksi HIV/AIDS mengalami peningkatan di daerah bertajuk kota cinta. Peningkatan itu, kian diperparah dengan sikap penderita yang kerap merasa minder, sehingga takut memeriksakan diri.
Serta paradigma masyarakat yang sudah terlanjur memberikan penilaian negatif kepada penderita HIV/AIDS. Walau pola pikir yang cenderung mengucilkan itu selain melanggar hak asasi manusia (HAM) juga semakin memperparah keadaan penyakit penderita itu sendiri.
Hal itu diungkapkan, Ketua Yayasan Pendampingan Kesehatan Terpadu Kota Parepare, Abdul Risal, Rabu, 14 Juni 2023. Menurutnya, melalui yayasan dimana didalamnya adalah mereka yang bekerja secara sosial untuk melakukan pendampingan terhadap pasien penyakit kriteria tertentu.
Yayasan Pendampingan Kesehatan Terpadu ini terdiri dari dokter, perawat, apoteker, maupun tenaga kesehatan lainnya yang hadir untuk melakukan pendampingan. “Bukan hanya HIV/AIDS tapi penyakit lainnya juga kami dampingi,” katanya.
Namun, kata dia, khusus untuk penyakit HIV/AIDS pihaknya ingin meyakinkan kepada masyarakat bahwa penyakit ini sudah bisa diobati, agar tidak menularkan kepada orang lain. “Sudah obat yang terbilang bagus untuk penderita HIV/AIDS dan dapat diperoleh pada pusat atau klinik layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Program ini telah berjalan sejak tahun 2006,” katanya.
Kata dia, secara total ada 500 penderita HIV/AIDS yang terdata di Parepare dan 150 diantaranya masih mengkonsumsi obat. Dari jumlah tersebut beberapa diantaranya mereka, sudah ada yang meninggal atau berpindah tempat. “Sisa 50 persen dari 150 itu yang masih tinggal di Parepare. Inilah yang kita support untuk terus minum obat, karena kalau tidak, bisa menularkan ke orang lain,” ujarnya.
Ia juga mengungkap peran masyarakat diperlukan untuk kampanye melawan HIV/AIDS. Selain itu, agar warga proaktif untuk melaporkan ke layanan kesehatan apabila melihat adanya orang atau warga yang memiliki gejala untuk bisa diatasi secepatnya. “Kita ingin sampaikan ke masyarakat, untuk dapat tetap sehat dan bisa hidup berdampingan dengan penderita HIV/AIDS,” jelasnya.
Berdasarkan data WHO kata dia, setiap orang yang dideteksi mengidap HIV/AIDS maka ada 100 orang disekitarnya perlu diwaspadai meskipun belum tentu terjangkit. Ada beberapa cara penularan penyakit diantaranya melalui kontak seksual, alat suntik yang terkontaminasi, dari ibu ke janin atau ke bayi melalui ASI, melalui tansfusi darah dan transplantasi organ.
Diagnosis HIV/AIDS di daerah endemis sering terlambat karena diagnosis klinis dini sulit karena periode asimptomatik (tidak bergejala) yang lama, pasien enggan atau takut periksa ke dokter, pasien berobat pada stadium AIDS dengan infeksi oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh organisme) yang sulit didiagnosis karena kurang dikenal, manifestasi klinis atipikal,dan sarana diagnostik kurang/terbatas. Ia pun mengakui, prevalansi atau penyebaran HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es atau yang nampak hanyalah permukaan belaka. Namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar daripada kasus yang nampak di permukaan.
Olehnya itu, melalui Yayasan PKT Kota Parepare diimbau agar penderita rajin memakan obat-obat yang diterimanya, terlebih obat tersebut gratis. ” Di Parepare, obatnya dapat diambil di 8 puskesmas dan 4 Rumah Sakit hingga klinik yang mendapat support oleh Kementrian Kesehatan. Maka peran komunitas untuk terus berupaya merubah mindset lingkungan agar tidak takut berobat,”tutupnya.(*)